Topologi Perasaan: Sebuah Meditasi Tentang Kemungkinan Cinta

sendy ardiansyah
2 min readDec 11, 2024

--

Photo by gaspar zaldo on Unsplash

Cinta tidak pernah datang sebagai kilat mendadak, melainkan sebagai proses geologis yang tak terdeteksi — sebuah pengendapan makna yang berlangsung di wilayah tersembunyi kesadaran. Ia meresap perlahan, seperti air menembus celah-celah batu terpadat, membentuk ruang-ruang baru tanpa kekerasan, namun dengan keteguhan yang tak terbantahkan.

Pada pertemuan pertama, kau hanyalah sebuah kemungkinan — sepenggal bayangan yang bergerak di pinggir kesadaran. Kemudian, secara tak terduga, kau mulai mengisi celah-celah yang bahkan tidak kusadari kosong. Setiap momen menjadi saksi bisu transformasi, di mana ketidaksengajaan merajut benang-benang koneksi yang rumit.

Hatiku tidak memilih untuk terikat. Ia hanya menerima — dengan kerendahan hati — bahwa ada wilayah eksistensi di luar kendali rasional, di mana perasaan mengalir seperti sungai bawah tanah: tak terlihat, namun senantiasa mengalir. Setiap upaya melepaskan adalah negosiasi intim dengan arsitektur batin sendiri, di mana batas antara bertahan dan melepaskan menjadi kabur.

Waktu, dalam konteks ini, tidak lagi sekadar kronologi. Ia menjadi medium transformasi — ruang di mana ketidakmungkinan berkonversi menjadi realitas, di mana kerentanan adalah bentuk kecerdasan tertinggi. Kita tidak memilih jalur perasaan, kita hanya menjadi — saksi dan pelaku dalam drama kompleks di mana ketidaksengajaan adalah koreografer utama.

Melepaskan tidak berarti mengakhiri. Ia adalah proses berkelanjutan dari pendamaian — sebuah dialog internal yang tak pernah selesai, di mana setiap tangis adalah catatan perjalanan, setiap keheningan adalah refleksi mendalam tentang kemungkinan-kemungkinan yang tersembunyi.

Di titik ini, aku menyadari: cinta bukanlah kepemilikan, melainkan ruang — sebuah wilayah eksistensial di mana kita secara berkelanjutan merundingkan makna keberadaan kita.

--

--

sendy ardiansyah
sendy ardiansyah

No responses yet