Swadaya Collection part 3

sendy ardiansyah
29 min readMar 13, 2024

--

Tauhid Nur Azhar

Photo by Iñaki del Olmo on Unsplash

HATI-HATI DENGAN CURHAT

Oleh TAUHID NUR AZHAR

Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, janganlah dia berdua-duaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, sebab jika demikian setanlah yang menjadi pihak ketiganya.”

(HR Ahmad)

Ada yang mengatakan bahwa laki-laki itu “berpikir” dengan pikirannya, sedangkan perempuan itu “berpikir” dengan perasaannya. Dengan kata lain, apa yang dipikirkan dan dirasakan wanita seringkali berbeda dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan laki-laki, walaupun objek yang dipikirkannya sama. Nah, perbedaan cara berpikir ini erat kaitannya dengan perbedaan aspek biologis. Para ahli menemukan bahwa ada “sedikit” perbedaan antara laki-laki dan wanita dalam struktur otak dan pengaruh hormonal.

Bagi seorang wanita, detail dan sistematika yang runtut adalah kecenderungan otaknya. Itulah mengapa, wanita biasanya lebih perhatian terhadap masalah-masalah kecil, detail, dan penuh keindahan. Busana wanita yang menampilkan keindahan dan estetika adalah contoh kongkret dari kompleksitas kinerja otak yang dimilikinya. Pada satu sisi, aspek analitiknya bekerja. Pada banyak sisi lainnya, kelembutan, kepedulian terhadap sesama, rasa cinta yang dipicu oleh oksitosin, vasopresin, dan feniletilamin, dan keterampilan psikomotorik yang tinggi dijalankan oleh berbagai bagian otak di kedua belahan hemisferium dan batang otak.

Adanya reseptor-reseptor khusus terhadap hormon ”cinta” inilah yang mendasari mengapa pola orgasme (puncak kenikmatan seks) seorang wanita sangat berbeda dengan pria. Jika digambarkan dalam bentuk grafik, pola orgasme seorang wanita berada dalam status plateu atau menyerupai dataran alias panjang dan lama! Mengapa? Pada saat terjadinya orgasme, hormon oksitosin akan diproduksi dalam jumlah besar. Semakin panjang durasi orgasme akan semakin banyak pula oksitosin yang diproduksi. Rasa hangat, kelembutan, dan keinginan untuk saling mengasihi, mengayomi, dan melindungi akan menjadi produk mental yang dihasilkan otak pascaorgasme. Dalam konteks positif, sifat ini akan terwujud dalam bentuk loyalitas seorang wanita kepada pekerjaan, keluarga, dan nilai-nilai yang diyakininya. Inilah kebaikan universal khas wanita yang sulit ditandingi oleh kaum pria.

***

Akan tetapi, ada berita buruknya ternyata. Sifat bawaan ini sangat rentan untuk diselewengkan atau disalahgunakan. Wanita yang terlibat dalam perselingkuhan sebagai misal. Dia akan sulit lepas dari lembah kehinaan dan pengkhianatan tersebut. Awalnya boleh jadi iseng-iseng, sekadar mencari teman curhat untuk berbagi beban emosi atau mencari teman makan saat istirahat kantor. Yang bersangkutan pun tidak menghendaki hubungan jangka panjang. Akan tetapi, dia kemudian terjebak ke dalam situasi tidak bisa ”melepaskan” kekasih gelapnya itu. Semakin lama dia akan terseret lebih jauh dalam arus kenikmatan semu. Apalagi, ketika proses selingkuhnya itu sudah mencapai tahap berhubungan badan, dia akan ketagihan dan akan sulit untuk lepas darinya.

Ini mirip dengan sulitnya seorang wanita untuk tidak menyukai cokelat yang terkenal mengandung feniletilamin dalam jumlah banyak. Banyaknya reseptor oksitosin dan feniletilamin di dalam otak seorang wanita menjadikan dia membutuhkan lebih banyak cokelat untuk menghadirkan sensasi kelembutan dan rasa mengasihi. Maka, kaum wanita layak berhati-hati. Apabila sudah terjebak perselingkuhan, dia akan sulit untuk keluar dari jerat-jeratnya yang membinasakan.

***

Untuk membentengi kaum diri hal-hal yang diharamkan, agama sudah memberikan batasan-batasan yang jelas bagi keduanya dalam bergaul. Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, janganlah dia berdua-duaan dengan wanita yang tidak didampingi muhrimnya, sebab jika demikian setanlah yang menjadi pihak ketiganya.” (HR Ahmad)

Hadis ini dapat dipahami secara tekstual dan kontekstual. Secara kontekstual selama tidak terjaga keamanannya, setan tetap bisa menganggu walaupun bersepuluh atau berada di keramaian. Seperti sepasang laki-laki perempuan berjalan berduaan di tempat ramai, ini kondisi tidak aman. Timbulnya keinginan untuk berbuat maksiat menjadi sangat terbuka. Jadi, tidak aman juga walau di tempat ramai. Sebaliknya, kalau terjaga keamanannya, insya Allah tidak masalah. Seperti seorang laki-laki yang berada dengan seorang perempuan di masjid, keduanya konsentrasi beribadah karena keamanannya terjaga. Allâhu a’lam. ***

PESAN KEBAIKAN AYAHANDA

Oleh TAUHID NUR AZHAR

Sesungguhnya orang-orang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat surga-surga yang penuh kenikmatan.”

(QS Luqmān, 31:8)

Sepeninggal ayahanda, saya banyak merenung dan menafakuri berbagai ayat dalam Al-Quran, khususnya yang terkait dengan hubungan anak dan orangtua. Entah mengapa saya terus mengulang untuk mengkaji surah Luqmān. Surah ini, bagi saya saat itu, terasa benar mewakili segenap ungkapan rasa yang tengah melanda hati dan pikiran.

Rangkaian ayat terkait tema ini diawali dengan penjelasan tentang keutamaan Al-Quran dan diisi dengan prinsip-prinsip dasar hidup yang dinasihatkan Luqman Al-Hakim kepada anaknya melalui untai diksi berfrasa indah yang teramat menyentuh kesadaran. Sungguh, hidup itu perlu pegangan dan pemetaan tujuan. Lalu terngiang kembali surah Al-Mujadalah ayat 11 tentang derajat orang beriman dan bertakwa dalam perspektif kejembaran wawasan dalam memaknai kehidupan.

Prinsip dasar Luqmān untuk setia dan loyal pada satu nilai yang menjadi tujuan segenap hasrat dalam kehidupan yang dibatasi dimensi ruang dan waktu, inilah yang senantiasa diajarkan ayahanda sejak saya masih berusia sangat dini. Maka, mungkin saja ini alasan beliau menamai saya Tauhid. Dasar akidahlah yang membedakan hidup kita itu akan dapat dimaknai indah atau justru hanya ruang waktu yang terisi rangkaian musibah.

***

Sedari kecil, saya diajak ayah berkelana untuk membangun pola pikir sistematis konstruktif dengan konstruksi tauhid sebagai kerangka acuan utamanya. Betapa banyak kebesaran Allah Ta’ala beliau perlihatkan pada saya melalui perjalanan menyusuri daerah aliran sungai Toraut di Doloduo Bolaang Mongondow sana. Betapa keindahan dan keramahan alam dan manusia beliau perlihatkan saat saya diajaknya berjalan tiga hari tiga malam dari Sulawesi Utara menembus rimba raya tropika menuju Sulawesi Tengah yang saat itu bahkan jalur tersebut nyaris tak terjamah.

Pada saat berjalan tertatih di tebing karang nan tinggi Teluk Tomini dengan latar belakang gunung Tinombala yang tinggi menjulang, rasa kecil, bahkan teramat kecil di hadapan Al-Khaliq begitu nyata terasa memenuhi rongga dada. Keangkuhan dan kesombongan sontak runtuh, segenap daya dan upaya luruh dalam tasbih memuji keagungan-Nya. Tidak hanya lutut yang bergetar karena diserang rasa takut, tetapi juga hati bergetar hebat melihat maha karya Allah Azza wa Jalla yang sedemikian dahsyat.

Saat bertemu dengan ketulusan manusia-manusia yang berjuang dan mengelola rahmah Ilahi sebagai amanah yang merupakan bagian dari berkah, yang tersisa hanya kagum dan hormat pada kebijakan yang mereka tunjukkan. Sungguh perjalanan demi perjalanan bersama ayahanda ke segenap antero dunia menyadarkan saya tentang arti pentingnya menghargai sesama manusia dan makhluk-Nya yang pada hakikatnya adalah guru bagi kita untuk mengenal Zat Yang Maha Pencipta.

Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS Luqmān, 31:18)

Maka, kini saya menyadari sepenuhnya bahwa ayah dengan caranya, sejatinya tengah mengajari saya tentang memaknai hidup dan memberi nilai tambah pada waktu dan ruang yang pasti akan berlalu. Kita ini makhluk ∆t, yang tidak kuasa menolak untuk terus maju dan menua serta menuju titik yang satu.

Maka, ayahanda dengan sedikit kata dan tak berbunga lewat kalimat berima, mengajari saya tentang konsep bijak dan bajik. Orang bijak pasti berlaku bajik, maslahat bagi umat, berkarya dan berguna bagi sesama sebagaimana hadis dari Nabi saw. tentang indikator kemuliaan manusia.

Maka, mengisi hidup dengan karya dan kebermanfaatan adalah cara mengkonstruksi bahagia dan surga. Interaksi akan terbangun jika ada silaturahim dan sinergi yang maujud dalam aksi untuk mengoptimasi potensi. Ini adalah bentuk rasa syukur dan perwujudan dari konsep sabar yang sebenarnya. Maka, ayah mengajari saya lewat contoh dalam bentuk berkarya tanpa banyak bicara, jujur dalam bersikap, ikhlas dalam bekerja, dan itu semua dikanalisasi dalam kesatuan gerak yang dipandu niat. Bukankah niat itu adalah penegasan terhadap tujuan paling hakiki?

Maka, bahagia dalam definisi ayah saya yang bersahaja dan sederhana saja, adalah saat kita mampu mensyukuri apapun yang telah kita miliki. Maka, saya pun merasakan betapa nikmatnya piknik dengan bekal seadanya di tepi batang sungai, memancing udang, dan menjelajahi gunung, danau, dan pantai serta larut dalam pesona mengingat-Nya. Sederhana!

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat surga-surga yang penuh kenikmatan.” (QS Luqmān, 31:8)

***

Namun tentu saja, pergulatan dalam hiduplah yang sesungguhnya menjadi media ujian bagi kita. Dinamika dan volatilitas yang menjadi keniscayaan makhluk sebagaimana tergambarkan antara lain dalam konsep termodinamika dengan entalpi, entropi, dan kalori yang senantiasa menyertai reaksi konversi energi adalah contoh indah tentang mencari model keseimbangan. Ayahanda mengajarkan dengan caranya bahwa hidup adalah persoalan keseimbangan, homeostasis bahasa ilmiahnya; dan juga keseimbangan maknawiyah itu baru dapat dicapai jika kita mampu menginternalisasi nilai-nilai yang termaktub dalam panduan keselamatan hidup di dunia dan akhirat.

Maka, shalat dan zakat adalah persoalan kesadaran tentang keberadaan dan konsep dasar soal kepemilikan. Shalat adalah jalan membangun karakter yang ditandai dengan akhlak mulia, berindikator tidak keji dan mungkar. Adapun zakat adalah upaya konstruktif untuk membangun logika bahwa kepemilikan tidak dapat melekat pada ruang dan waktu dan dapat dimanipulasi serta tereliminasi dari kehidupan semudah bulir air yang terevaporasi panas mentari yang datang merambat melalui proses konveksi.

Maka, berbagi dan berbuat baik bagi sesama adalah jalan keselamatan yang selalu ditawarkan untuk segera dikerjakan. Dan, sampai akhir hayatnya, ayahanda selalu berusaha tuntas menolong dan membantu dengan segenap potensi yang dimilikinya agar bisa bermanfaat bagi sesama. Beliau senantiasa berusaha untuk menjadi bagian dari solusi, meski sangat menyadari adanya keterbatasan diri. Orientasinya satu, akhirat kelak yang akan menjadi bukti. “(Yaitu) orang-orang yang melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan mereka meyakini adanya akhirat.” (QS Luqmān, 31:4) ***

MEMBUKA LAWANG SIGHOTAKA

Oleh TAUHID NUR AZHAR

Setiap manusia dilahirkan ibunya di atas fitrah. Kedua orangtuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

(HR Muslim)

ALKISAH, di ranah pewayangan yang termaktub dalam dongeng epik Mahabaratha terdapat dua keluarga sedarah yang saling bermusuhan. Keluarga atau trah pertama dikenal sebagai Pandawa, terdiri dari putra-putra Raden Pandu Dewanata dengan Dewi Kunti dan Dewi Madrim. Sedangkan keluarga atau trah yang kedua dikenal sebagai wangsa Kurawa, terdiri dari 100 anak Prabu Destarata dengan Dewi Gandari. Pandawa dikenal sebagai cerminan dari nilai-nilai kebajikan yang antara lain diekspresikan melalui kejujuran, kepedulian terhadap sesama, dan juga konsistensi dalam menegakkan keadilan dan membela kebenaran. Sementara wangsa Kurawa adalah representasi dari bersimaha-rajalelanya nafsu duniawi yang sarat dengan perilaku hedonistik, chauvinistik, dan itik-itik lainnya.

Sifat, sikap, dan perilaku yang tercermin dalam moral kisah ini ternyata berawal dari sebuah runtutan algoritma kehidupan yang tentu saja bersifat kausatif atau memiliki hubungan sebab akibat. Wangsa Kurawa terlahir dari rasa dendam Dewi Gandari yang sangat kecewa karena dijodohkan dengan Prabu Destarata yang buta. Maka, sang dewi yang tenggelam dalam samudera kemurkaan ini bertekad memiliki keturunan yang diharapkan akan mampu menuntaskan hasrat nafsiahnya melalui kekuasaan. Gandari berhipotesis bahwa manisnya madu kekuasaan yang akan direguk lewat tangan keturunannya akan mampu menjadi obat mujarab bagi luka hatinya yang terkoyak oleh kenyataan.

Maka, lahirlah segumpal daging yang dimetaforakan sebagai kumpulan kebusukan yang sarat dengan aroma kedurjanaan manusia. Lalu daging itu terburai, tercerai berai menjadi 100 janin merah yang dipenuhi oleh hawa nafsu dan amarah. Gandari, Sengkuni, dan wadya balad Kurawa sebenarnya hanyalah analogi dari setan-setan yang bisikannya pun kerap kita jumpai dalam keseharian. Tumbuhlah ke-100 anak tersebut dengan tempaan kekecewaan, buntut dari hasrat yang tidak tersalurkan, awal dari sebuah kebodohan yang berkepanjangan.

***

Kisah ini adalah metafora. Bukankah Rabb kita melalui lisan utusan-Nya menyatakan pula bahwa pada diri manusia terdapat segumpal daging yang apabila dia baik adanya maka akan baik pula manusianya, demikian pula sebaliknya. Maka, anak-anak Gandari dan Destarata yang tumbuh dan berkembang dari “segumpal daging” kebusukan serta dipupuk dengan kebencian serta terselubung selimut cinta duniawi yang secara semu menghangatkan tersebut, kelak menjadi perlambang tentang kejahatan dan angkara yang terlahir dari dendam semata. Demikian pula Rahwana, sang Dasamuka, antitesis fitrah manusia yang menolak untuk uzur, menua, dan perlaya. Sepuluh wajahnya adalah sepuluh dosa besar manusia yang akhirnya terkubur oleh kekuatan pasukan wanara yang berjamaah membelah samudera.

Maka, celakalah orang-orang yang shalat apabila dia menjadi riya karena kelebihannya dan juga secara proyektif; menjadi dengki karena kelebihan orang lain. Konsep Kurawa ini sesungguhnya adalah cerminan proses kehamilan yang mengintegrasikan peran seorang ibu dan janin yang dikandungnya. Apabila ibu mengalami stres dan terjadi perubahan pada poros atau aksis HPA (hipotalamus-pituitari-adrenal), otak janin akan berkembang sesuai dengan arah pengaruh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami stres berkepanjangan merupakan salah satu faktor yang diduga menyebabkan disorientasi seksual pada bayi yang dikandung. Na’uzubillâhi min zâlik.

Itulah mengapa, Rasulullah saw. pernah menegur seorang sahabat yang berlaku kasar kepada bayinya yang mengompoli baju beliau. Baju yang ternoda oleh pipis bayi atau anak dapat disucikan kembali dengan proses mencuci, akan tetapi hardikan, celaan, ataupun teguran dari orangtua dapat bersifat permanen dan membekas seumur hidup. Maka, dendam, kebencian, dan kekecewaan kronis yang diwariskan melalui jalur genetika maupun pengasuhan niscaya akan mempengaruhi pembentukan nurani keturunan.

***

Maka, jika kita sebagai orangtua berharap agar keturunan kita memiliki karakter kejujuran, konsistensi terhadap nilai yang diyakini, serta sekaligus lembut dan peduli sesama seperti Umar bin Khathab ataupun Umar bin Abdul Aziz, sudah seharusnya apabila kita mempelajari kembali dan menelusuri tanda-tanda Ilahi yang termanifestasikan dalam fitrah anak kita. Mari kita kenali potensi ruhiyah, jasadiyah, dan aqliyahnya. Jangan padamkan anugerah potensi yang telah Allah Ta’ala karuniakan kepada mereka. Namun sebaliknya, pupuklah dengan benar potensi kebaikan yang bibitnya telah Allah Ta’ala tanamkan di dalam kesejatian dirinya.

Tentu kita ingin anak-anak kita mahfum, arif, dan bijak saat bicara dalil karena menguasai ushul fiqh dan qawaidhul fiqh; bisa mengerti konsep nasikh-mansukh atau takhsis ayat bil ayat dan paham bahwa ada pendekatan al-ibratu bi khususisabab. Dia tahu bahwa dalam konteks fiqh mu’amalah tidak patut sesuatu dilarang atau diharamkan sebelum ada dalil yang mengharamkannya. Dia pandai dalam nahwu sharaf, mampu membaca Al-Quran dengan tartil yang benar, dan juga mampu mentahfiz 2–3 juz, syukur jika lebih. Akan tetapi, dia pun sekaligus juga brilian dan cemerlang dalam mendaras ilmu-ilmu yang mengupas ayat-ayat qauniyah seperti fisika teori, astrofisika, fisika quantum, matematika, bahasa pemrograman, biologi, bioteknologi, farmasi, agroteknologi, maupun ilmu sosial, budaya, dan psikologi, serta ekonomi untuk mengelola mâliyah istima’iyyah atau aset umat agar manfaat.

Dan, ini semua bolanya ada di tangan ayah dan bunda, ibu dan bapak semua. Maka, bermohonlah kepada Allah Azza wa Jalla agar kita diberi kemampuan untuk menjaga amanah terbesar yang telah Dia titipkan kepada kita, yaitu anak keturunan. Lalu, berikhtiarlah sekemampuan diri melakukannya dengan landasan iqra’ bismirabbikal-ladzî khalaq. ***

JENGKOL, PETE, MENGAPA TIDAK, ASAAAL?

Oleh TAUHID NUR AZHAR

“Siapa makan bawang putih atau bawang merah hendaklah menjauhi kita atau menjauhkan diri dari masjid kita dan sebaiknya tinggal di rumahnya.”

(HR Al-Bukhari)

Idealnya, seorang Muslim tidak cukup makan dengan makanan yang halal saja, tetapi juga thayyib alias baik (lihat misalnya QS Al-Baqarah, 2: 168, QS Al-Mâ’idah, 5: 88, QS Al-Anfâl, 8: 69, atau QS An-Nahl, 16: 144). Dengan memakan makanan yang halal dan thayyib, kita bisa mendapatkan keuntungan yang optimal dari makanan tersebut, baik keuntungan lahir maupun batin, bahkan bisa menjadi amal ibadah dan cermin rasa syukur kita kepada Allah Swt (QS Al-Baqarah, 2:172), sekaligus mereduksi aneka keburukan yang kerap ditimbulkan oleh makanan yang kurang baik.

Maka, dalam situasi tertentu, Nabi saw. memakruhkan kita untuk mengonsumsi sejumlah bahan makanan yang dinilai kurang thayyib karena dapat mengganggung kekhusyukan ibadah. Salah satunya adalah makanan dengan bau menyengat semacam bawang putih dan bawang merah. Dalam beberapa hadis, kita akan menemukan pernyataan dari Nabi saw. yang menganjurkan kita untuk tidak mengonsumsi makanan ini, khususnya ketika hendak bertemu dengan orang lain, semacam shalat berjamaah di masjid.

Dari Jabir bin Abdullah, Nabi saw. bersabda, ”Siapa memakan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah ia meninggalkan kami, atau hendaklah dia meninggalkan masjid kami, dan hendaklah ia duduk di rumahnya.” (HR Al-Bukhari)

Kemudian, masih dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi saw pun bersabda, ”Siapa memakan biji-bijian ini, yakni bawang putih (suatu kali beliau mengatakan, ’Siapa memakan bawang merah, bawang putih dan kurrats — sejenis mentimun), janganlah dia mendekati masjid kami, sebab malaikat merasa terganggu dengan hal yang membuat Bani Adam (manusia) terganggu’.” (HR Muslim)

Di dalam hadis ini, Nabi saw. hanya menyebutkan bawang merah, bawang putih, dan kurrats, karena dalam masyarakat di mana beliau hidup, makanan jenis inilah yang dikenal memiliki bau menyengat. Memang, ada kebiasaan dari masyarakat Muslim di Timur Tengah atau di Semenanjung India untuk mengonsumsi bawang merah atau bawang putih yang berlebihan, terkadang, bawang bombay muda dijadikan sebagai lalapan. Dalam konteks masyarakat Indonesia, yang termasuk ”keluarga” makanan berbau menyengat adalah jengkol dan pete. Bahkan boleh jadi, kadar baunya lebih menyengat daripada bawang bombay. Di sini termasuk pula tembakau atau rokok yang asapnya menimbulkan bau di mulut dan pakaian.

Sejatinya aneka bawang, jengkol, dan pete halal dimakan dan boleh diperjualbelikan, akan tetapi ada mudharat yang ditimbulkan. Efek yang paling khas adalah baunya yang sangat mengganggu. Inilah kemudian yang menyebabkan makanan ini dimakruhkan untuk kita makan, khususnya pada saat hendak pergi ke masjid. Kita dapat membayangkan, atau bahkan pernah mengalami, kita ada orang pergi ke masjid dengan tanpa mencuci terlebih dulu bau mulutnya dari makanan tersebut, kita yang ada di samping orang tersebut menjadi sangat terganggu dengan bau khas yang ditimbulkannya.

***

Ada banyak pelajaran berharga yang bisa kita dapatkan dari anjuran Rasulullah saw ini, yang seharusnya kita taati dan laksanakan sebaik mungkin, antara lain:

Pertama, larangan mengganggu orang lain dengan segala jenis sarananya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di dalam hadis di atas, terdapat sarana yang telah dinyatakan berdasarkan nash, maka menggolongkan yang lain kepadanya, semacam jengkol, pete, tembakau atau rokok, adalah benar dan sesuai dengan metode qiyas.

Kedua, kita jangan sampai ketinggalan shalat berjamaah yang sangat utama hanya karena ”hal yang sepele”. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan berbau menyengat sebelum pergi ke masjid atau ke tempat berkumpulnya orang-orang, kecuali kalau kita bisa membersihkannya terlebih dahulu sehingga tidak tercium lagi baunya. Namun, ada yang terlarang, yaitu apabila kita sengaja memakan jengkol dan kawan-kawannya itu sebagai sebuah rekayasa agar kewajiban hadir di masjid menjadi gugur.

Ketiga, pelarangan mengonsumsi bawang putih dan sejenisnya bukan karena
keharamannya. Dalam sebuah hadis, Nabi saw. memperbolehkan para sahabat memakannya. ”Sesungguhnya beliau disuguhi panci berisi biji-bijian hijau lantas mencium bau darinya, lalu beliau diberitahu mengenai biji-bijian apa itu. Lantas beliau bersabda, ’Dekatkanlah kemari’ — beliau mengatakan hal itu kepada sebagian sahabat yang bersamanya — pada saat melihatnya, beliau tidak suka untuk memakannya seraya bersabda, ’Makan saja, sesungguhnya aku sedang bermunajat kepada Zat Yang tidak kalian munajati’.” (HR Muslim). Dengan demikian, berpantangnya Rasulullah saw. dalam memakannya tidak menunjukkan kepada pengharaman.

Keempat, pelarangan ini dapat menghindarkan kita dari menjadi pribadi yang memiliki imej buruk di mata orang lain. Apabila kita sering tampil ”apa adanya” ketika ke masjid, seperti dengan pakaian yang bau rokok atau mulut bau jengkol, pete, dan bau lainnya yang tidak nyaman, orang pun akan mencap kita sebagai orang jorok alias kurang beradab. Jika sudah demikian, orang pun akan malas dekat dengan kita. Inilah yang kemudian menghambat pola interaksi yang positif. Akan lebih berbahaya apabila yang dicap buruk ini adalah seorang pendakwah atau orang yang dihormati. Ada banyak kebaikan yang akan terhambat dan ada banyak kemudharatan yang akan timbul.

Kelima, beberapa makanan berbau tajam, khususnya jengkol, memiliki komposisi gizi yang kurang support untuk kesehatan tubuh, bahkan bisa membahayakan apabila sering dikonsumsi dalam jumlah banyak. Hasil penelitian membuktikan bahwa biji jengkol mengandung asam jengkolat sebagai komponen terpenting. Strukturnya mirip dengan asam amino sistein (pembentuk protein) yang mengandung unsur sulfur sehingga ikut berpartisipasi dalam pembentukan bau dan tidak dapat dicerna sehingga manfaatnya bagi tubuh sangat minimal. Molekul ini pun terdapat dalam bentuk bebas dan sukar larut ke dalam air. Maka, dalam jumlah tertentu asam jengkolat dapat membentuk kristal. Nah, terbentuknya kristal asam jengkolat dalam tubuh yang akan dapat menyumbat saluran air seni. Jika kristal yang terbentuk tersebut semakin banyak, dalam jangka waktu lama lamaan dapat menimbulkan gangguan pada saat mengeluarkan air seni. Bahayanya akan semakin besar apabila sampai terjadi infeksi.

Dengan demikian, hobi jengkol, pete, bayang putih, bawang merah, bawang bombay, dan lainnya tidak apa-apa asal jangan berlebihan dan pastikan baunya tidak mengganggu orang lain. ***

PIRING KACA ATAU PIRING EMAS?

Oleh TAUHID NUR AZHAR

“Rasulullah saw melarang kami minum dan makan dengan perkakas makan dan minum dari emas dan perak. Beliau juga melarang kami berpakaian sutera dan yang dibordir dengan benang sutera dengan sabdanya, ‘Itu untuk kaum musyrikin di dunia dan untuk kamu di akhirat’.”

(HR Muttafaqun ‘Alaih)

Islam tidak hanya mengatur masalah makan dari sudut pandang zatnya, cara mendapatkannya, atau masalah adab perbuatannya saja, tetapi juga mengatur media yang digunakannya. Saat sekarang orang terbiasa makan dan minum menggunakan piring atau gelas dari kaca dan dari plastik. Namun, pada masa Rasulullah saw, materi semacam ini hampir tidak digunakan. Materi yang umum digunakan adalah dari bahan dasar tanah liat, daun, dan kulit. Pada masa itu, logam pun sudah banyak digunakan sebagai perkakas atau perhiasan dan tidak jarang pula digunakan sebagai alat atau perkakas makan, khususnya dari jenis logam mulia seperti emas dan perak.

Akan tetapi, Rasulullah saw. melarang umatnya untuk makan dan minum dari piring atau bejana emas dan perak. Sebuah hadits menginformasikan, “Rasulullah Saw melarang kami minum dan makan dengan perkakas makan dan minum dari emas dan perak. Beliau juga melarang kami berpakaian sutera dan yang dibordir dengan benang sutera dengan sabdanya, ‘Itu untuk kaum musyrikin di dunia dan untuk kamu di akhirat’.” (HR Mutafaqun ‘Alaih)

Apa sebabnya Nabi saw. melarang hal tersebut? Bukankah emas dan perak adalah bahan tambang yang halal zatnya dan boleh dimanfaatkan manusia?

Pertama, dilihat dari aspek historis. Pada masa beliau hidup, ada dua kekaisaran besar yang menguasai dunia, yaitu Persia dan Romawi. Kedua adidaya tersebut dikenal sangat kaya dan memiliki daerah kekuasaan yang sangat luas. Kaisar, para pembesar, dan kaum bangsawan kedua negeri tersebut hidup dalam kemewahan. Emas dan perak yang merupakan simbol kekayaan terpenting tidak hanya mereka jadikan perhiasan di baju, mahkota, senjata, pelana kuda, atau patung dewa dewi, tetapi juga pada perkakas makan dan minum mereka. Semakin mewah akan semakin tinggi pula prestisenya, semakin naik pula harga dirinya, dan semakin tinggi pula penghormatan yang diberikan oleh para bawahannya.

Sikap pamer dan berlebih-lebihan ini kemudian dicela oleh Nabi saw. yang membawa ajaran yang mencintai kebersahajaan dan kedermawanan. Untuk membedakan antara penganut agama tauhid dengan penganut agama pagan yang mendewakan kemewahan duniawi, Rasulullah saw. pun memerintahkan pengikutnya agar tidak meniru kebiasaan buruk mereka. Beliau bersabda, ”Barangsiapa menyerupai (meniru-niru) tingkah-laku suatu kaum maka dia tergolong dari mereka.” (HR Abu Daud)

Kedua, selain menutup peluang untuk meniru hal-hal buruk, pelarangan itu dilakukan untuk memenuhi unsur kepantasan dan solidaritas sosial. Saat itu, kondisi perekonomian umat Islam masih belum stabil. Islam baru menancapkan pengaruhnya di seputaran Jazirah Arabia. Dalam masa transisi yang diwarnai dengan serangkaian peperangan dan penaklukkan tersebut, ada begitu banyak orang yang memerlukan bantuan agar bisa menyambung hidup. Banyaknya peperangan menyebabkan jumlah janda dan anak-anak yatim, orang yang cacat, kehilangan pekerjaan, dan lainnya bertambah. Maka, sangat tidak pantas apabila ada segelintir orang Islam yang hidup bermewah-mewahan sedangkan ada banyak saudaranya yang hidup dalam kesusahan. Rasulullah saw. mengecam keras seorang Muslim yang tidak memiliki tenggang rasa dan hidup bermewah-mewahan, termasuk yang makan dengan menggunakan perkakas dari logam-logam mulia, sedangkan saudaranya kesusahan. Beliau amat menganjurkan agar barang-barang tersebut disedekahkan demi tegaknya Islam atau membantu orang-orang yang kesusahan.

Rasulullah saw. sendiri menjadi teladan terbaik dalam hal ini. Setiap kali beliau mendapatkan hadiah dari pemimpin kaum yang ditaklukkan atau dari harta rampasan perang (ghanimah) beliau langsung mensedekahkannya kepada kaum Muslimin. Beliau sendiri tetap hidup sederhana dan jauh dari kemewahan, demikian pula keluarganya.

Ada satu kisah dari Rabi‘ binti Ma’udz bin ‘Urfa. Suatu ketika ayahnya meminta dia membawakan satu sha’ kurma basah dan mentimun halus untuk dihadiahkan kepada Rasulullah saw. Kebetulan saat itu ada yang mengirim hadiah berupa perhiasan emas yang banyak dari Bahrain. Ketika melihat Rabi’, Rasulullah saw. segera mengambil emas-emas itu sampai telapak tangan beliau dipenuhi barang berjarga tersebut. Diluar dugaan Rabi’ binti Ma’udz, Rasulullah saw. memberikan emas-emas ini kepadanya. “Maka beliau memberikan perhiasan atau emas sepenuh telapak tanganku, lalu bersabda, ‘Berhiaslah engkau dengan ini!” (HR Ath-Thabrani dan Ahmad).

Ketika, dari sudut pandang ilmiah, larangan Rasulullah saw. agar kita tidak makan dan minum dari wadah berbahan logam, khususnya emas dan perak, ternyata sangat dapat dipertanggung-jawabkan.

Materi logam memiliki karakteristik khusus yang bisa membahayakan tubuh manusia apabila terjadi kontak yang intens. Materi logam memiliki polaritas, muatan listriknya bersifat statis, memiliki suhu endogen atau suhu internal tertentu, mengandung medan elektromagnetik, dan memiliki sifat sebagai penghantar atau konduksi yang baik. Apabila terjadi interaksi antara makanan dan minuman yang kita konsumsi dengan materi logam, peluang untuk timbulnya radikal bebas karena berubahnya struktur kimia dan fisika makanan menjadi sangat besar. Apabila sampai terjadi, apalagi terjadi berulang-ulang, hal ini dapat mengakibatkan tidak efektifnya mekanisme penyerapan, pemecahan, dan proses katalitis zat-zat makanan oleh enzim. Proses semacam ini pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan metabolisme. Dengan kata lain, logam emas dan perak akan menghasilkan reaksi yang berantai dan kurang menguntungkan bagi sistem tubuh. ***

CERDAS DENGAN MEMBACA AL-QURAN

Oleh TAUHID NUR AZHAR

“Bacalah oleh kalian Al-Quran. Sesungguhnya, Dia akan datang pada Hari Kiamat sebagai penolong bagi para pembacanya.”

(HR Muslim)

Al-Quran adalah cahaya yang akan memandu manusia untuk menemukan jalan kebenaran di tengah kegelapan. Siapa pun yang menjadikan Al-Quran sebagai panduan hidup, tidak ada yang akan ia dapatkan selain kemuliaan yang sejati. (QS Al-Anbiyâ’, 21:10). Namun sebaliknya, siapapun yang berpaling dari Al-Quran, Allah Ta’ala akan memberikan aneka kesempitan dalam hidupnya. (QS Thâhâ, 20:124). Bagaimana mungkin seseorang bisa menjalani hidup dengan baik, bahagia, dan lurus sehingga bisa mencapai ke tempat tujuan apabila ia tidak mengenal atau tidak memahami petunjuk dan peta yang dianugerahkan oleh Pemilik dunia. Kedekatan dengan Al-Quran dengan demikian menjadi sebuah keniscayaan bagi seorang Muslim.

Membaca Al-Quran adalah tahap awal dan ”minimal” dalam membangun interaksi dengan Al-Quran. Itulah mengapa para sahabat dan orang-orang saleh — baik generasi terdahulu maupun generasi terakhir — senantiasa membiasakan diri untuk membaca Al-Quran. Bacaan Al-Quran bagi mereka merupakan musikal terindah yang terlalu indah untuk diabaikan. Maka, berkaca dari sirah, masa terlama bagi para sahabat dalam mengkhatamkan Al-Quran adalah 40 hari atau sebulan sekali; artinya satu hari satu juz. Ada pula yang mengkhatamkan Al-Quran seminggu sekali, di mulai hari Jumat dan khatam pada Jumat berikutnya.

Untuk mengkondisikan umatnya agar mencintai Al-Quran, Rasulullah saw. mengungkapkan berbagai keutamaan dan kebaikan yang akan didapat oleh orang yang gemar membaca dan menelaah Al-Quran. Empat di antaranya dapat disebutkan di sini.

Pertama, orang yang gemar membaca Al-Quran akan mendapat syafaat pada hari Kiamat. Abu Umamah berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Bacalah oleh kalian Al-Quran. Sesungguhnya, ia akan datang pada hari Kiamat sebagai penolong bagi para pembacanya ….” (HR Muslim)

Kedua, orang yang gemar membaca Al-Quran akan mendapatkan kemuliaan pada hari Kiamat. Rasulullah saw bersabda, “Dikatakan kepada pembawa Al-Quran, ‘Bacalah dan naiklah, bacalah sebagaimana kamu membaca di dunia, maka sesungguhnya (tingginya) kedudukan (yang dicapai) pada hari Akhir sesuai ayat yang kamu baca.” (HR At-Tirmidzi, Abu Daud, dan An-Nasa’i)

Ketiga, Allah Ta’ala akan mengistimewakannya di hadapan para makhluk ciptaan-Nya. ”Tidak ada rasa iri, kecuali pada dua perkara, (yaitu) seseorang yang diberi Allah Al-Quran, maka dia mengamalkannya siang dan malam. Dan, seseorang yang diberi harta, maka dia menginfakkannya siang dan malam.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Keempat, Allah Ta’ala akan mengangkat derajatnya. ”Sesungguhnya, Allah Azza wa Jalla dengan kalam ini, mengangkat beberapa kaum dan merendahkan kaum lainnya.” (HR Muslim)

***

Pada kenyataannya, aktivitas membaca Al-Quran tidak hanya mendatangkan pahala. Dari sudut pandang neurosains pun, membaca Al-Quran ternyata memiliki banyak manfaat.

Huruf hijaiyah yang menjadi huruf Al-Quran dikenali otak bukan sebagai huruf atau teks melainkan sebagai gambar. Penginderaan terhadap gambar akan mampu mengaktifkan otak kanan. Bayangkan saja, ketika kita membaca Al-Quran, otak akan bekerja dalam orkestrasi keindahan yang akan mengalirkan endorfin dan hormon cinta. Itu artinya baru dari tulisannya saja, Al-Quran sudah mensimbolisasikan cinta. Hal ini sesuai dengan dalil bahwa Adam adalah makhluk yang dapat menyebutkan nama-nama benda.

Dengan demikian, asosiasi, korelasi, dan juga munculnya kesadaran cerdas diawali dari hurufnya. Intonasi dan cara pelapalan atau pengucapan dalam ilmu tajwid juga bermakna dalam bahwa setiap aktivitas nervus hipoglossus di otak yang mengatur lidah akan disinergikan dengan saraf trigeminus yang mengatur wajah dan rahang, serta berpadu dengan saraf vagus yang mengatur napas dan jantung.

Apabila kita membaca Al-Quran dengan tarjamah dan tafsirnya, akan terlibatlah talamus yang memfilter nervus optikus yang dibantu oleh nervus trochlearis dan occulomotorik serta mengaktifkan jalur akuisisi data yang akan melalui traktus mamilaris menuju hipokampus. Aktivitas sel-sel hipokampalik akan memunculkan memori dan pengertian atau persepsi. Jika menggunakan alur alegorik dan pranala waktu, di dalam otak kita akan muncul pemahaman frontalis tentang timeline sejarah dan tahapan pengertian.

Dengan demikian, tanpa kita sadari, membaca Al-Quran akan membangun sistematika berpikir yang algoritmis, sistematis yang memadukan antara imajinasi dan logika, antara keindahan dan moralitas, antara otak kiri dan otak kanan. Ketika seseorang berpikir seperti ini, yang bersangkutan akan menjadi lebih cerdas dan seimbang dalam hidupnya. ***

LARANGAN MENIUP-NIUP MAKANAN PANAS

OlehTAUHID NUR AZHAR

Meniup-niup makanan dan minuman panas, itu sama artinya dengan menghembuskan keburukan yang awalnya hendak kita buang dari dalam tubuh.”

Simaklah rangkaian hadis berikut.

“Rasulullah saw. melarang orang meniup-niup makanan atau minuman.” (HR Abu Daud)

“Dinginkanlah makanan, sesungguhnya yang panas-panas tidak ada berkahnya.” (HR Al-Hakim dan Ad-Dailami)

“Rasulullah saw. telah melarang untuk menghirup udara di dalam gelas (ketika minum) dan meniup di dalamnya.” (HR At-Tirmidzi dari Ibnu Abbas ra.)

Beliau pun bersabda, “Jika kalian minum janganlah bernapas dalam wadah air minumnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Qatadah)

Rasulullah saw. melarang kita untuk meniup-niup makanan dan minuman yang masih panas. Menurut beliau, alih-alih meniup-niup makanan, sangat baik apabila kita menunggu makanan tersebut sampai “layak dikonsumsi”, yaitu hangat atau agak dingin. “Dinginkanlah makanan, sesungguhnya yang panas-panas tidak ada berkahnya,” demikian sabdanya (HR Al-Hakim dan Ad-Dailami).

Tentu saja, ada banyak kebaikan yang terkandung dalam setiap perintah dan larangan beliau. Ketika mentaatinya, selain akan mendapatkan pahala karena mengikuti sunnahnya, kita pun akan mendapatkan aneka “bonus” tambahan dari proses ketaatan dan peneladanan tersebut.

Lalu, apa kebaikan dari tidak meniup-niup makanan atau minuman panas? Berikut salah satunya.

***

Di dalam tubuh kita terdapat beraneka ragam muatan negatif yang harus dikeluarkan. Bentuknya bisa berupa muatan bioelektrik, suhu, sisa-sisa metabolisme, gas, dan sebagainya. Dalam konteks pernapasan, sampah bioelektrik adalah yang terpenting. Proses pernapasan pun termasuk salah satu bagian penyeimbang. Dia akan membawa beragam muatan negatif dari dalam tubuh.

Bagaimana proses pernapasan itu terjadi? Pada tahap awal, udara masuk ke saluran pernapasan melalui proses respirasi sehingga terjadi pertukaran udara antara oksigen dan karbondioksida. Aliran udara yang dihisap melalui proses respirasi kemudian akan melewati bagian-bagian tubuh, termasuk memasuki sel-sel. Di dalam sel-sel ini muatannya akan berusaha diseimbangkan lagi. Apabila terlalu banyak elektron, dia akan ditambah dengan proton. Kalau protonnya terlalu banyak, elektron yang berlebih akan segera dibuang. Ketika otot berkontraksi, akan terjadi penumpukan asam laktat, artinya elektron menjadi lebih tinggi sehingga harus disalurkan atau dibuang sebagai muatan negatif. Proses pembuangannya ini salah satunya melalui proses pernapasan.

Nah, apabila muatan negatif tersebut dihembuskan pada makanan atau minuman, profil makanan dan minuman tersebut akan berubah. Struktur molekul dalam air atau makanan akan berubah menjadi zat asam yang bisa mengganggu kesehatan. Secara struktural, air yang biasa kita minum tersusun dari dua buah atom hidrogen dan satu buah atom oksigen, di mana kedua atom hidrogen tersebut terikat dalam atom oksigen. Itulah mengapa air memiliki nama ilmiah H2O.

Ketika bernapas kita akan mengeluarkan karbon dioksida (CO2). Apabila kita tiupkan napas tersebut pada air, akan terjadi percampuran antara karbon dioksida (CO2) dengan air (H2O). Kondisi ini akan melahirkan senyawa asam karbonat (H2CO3). Zat asam inilah yang bisa menimbulkan efek kurang baik apabila masuk ke dalam tubuh kita. Walau memang, senyawa H2CO3 termasuk senyawa asam yang lemah sehingga efek terhadap tubuh tidak terlalu kentara.

Selain itu, secara filosofis, meniup-niup makanan serta minuman sama artinya dengan kita menghembuskan keburukan yang awalnya hendak kita buang dari dalam tubuh. Kita seakan-akan mengonsumsi sampah yang awalnya hendak kita keluarkan. Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan, mengapa Rasulullah saw. melarang kita bernapas di dalam tempat minum (HR Muttafaqun ‘Alaih) dan melarang kita minum dengan sekali napas atau sekali tegukan (HR At-Tirmidzi). Allâhu a’lam. ***

KALA PANDANGAN MEMBAJAK OTAK

Oleh TAUHID NUR AZHAR

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memeilihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya; dan memelihara kemaluannya; dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya’…”

(QS An-Nûr, 24:30–1)

Dalam sebuah risalahnya, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Menjaga pandangan mata, menjamin kebahagiaan seorang hamba dunia akhirat. Memelihara pandangan mata, memberi nuansa kedekatan seorang hamba dengan Rabb-nya. Menahan pandangan mata, bisa menguatkan hati dan membuat orang lebih bahagia. Sungguh, menjaga pandangan akan menutup pintu masuk setan ke dalam hati.”

Allah Ta’ala menjadikan mata sebagai cermin hati. Dengan demikian, pandangan mata akan sangat mempengaruhi kondisi hati. Betapa tidak, dari matalah sebagian besar informasi masuk ke dalam otak, untuk kemudian diolah, dianalisis, dan lalu menjadi input yang mewarnai segenap tingkah laku manusia. Maka, apabila seseorang mampu menjaga pandangan matanya, dia akan lebih kuat menahan nafsunya. Sebaliknya, apabila gemar mengumbar pandangan, dia pun akan lebih mudah mengumbar syahwatnya.

Oleh karena itu, Rasulullah saw sangat menekankan umatnya agar senantiasa menjaga pandangan. Beliau bersabda, “Pandangan mata itu (laksana) anak panah beracun dari berbagai macam anak panah Iblis. Siapa menahan pandangannya dari keindahan-keindahan wanita, maka Allah mewariskan kelezatan di dalam hatinya, yang akan dia dapatkan hingga hari dia bertemu dengan Tuhannya.” (HR Ahmad)

Apabila kita menelaah Al-Quran, kita pun akan menemukan sebuah fakta bahwa perintah menjaga pandangan Allah dahulukan sebelum perintah memelihara kemaluan. Sebab, menjaga pandangan merupakan langkah awal menjaga kemaluan. Mampu menjaga kemaluan pada akhirnya akan menutup celah kemaksiatan yang lain. Seks bebas, aborsi, pemerkosaan dan pembunuhan yang kerap dilakukan para penikmat media porno, semuanya berawal dari ketidakmampuan mereka menjaga pandangan.

Menjaga Pandangan dari Sudut Pandang Psikobiologis

Ketika seorang lelaki memandang lawan jenisnya yang bukan haknya, demikian pula sebaliknya, semisal ketika sedang berpacaran, informasi berupa objek yang dipandang yang diubah menjadi sinyal-sinyal listrik akan jatuh pada sistem limbik. Pada sistem ini terdapat suatu daerah yang disebut nucleus acumben. Inilah pusat hedonisme, kenikmatan, dan kesenangan dalam diri manusia. Sifat yang diefektori oleh daerah ini pun adalah keinginan untuk memiliki, bersenang-senang, dan memperturutkan hawa nafsu.

Jika yang dipandang adalah wanita cantik, bawaan yang timbul adalah keinginan untuk memiliki, menikmati, dan ketakutan kalau-kalau si dia diambil orang. Padahal, wanita itu bukan barang koleksi. Wanita adalah amanah bagi pasangannya yang sah. Wanita — dalam hal ini istri — adalah partner untuk bersinergi dalam membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan penuh rahmah. Apabila istri hanya dianggap sebagai barang koleksi, dia akan dihitung dari jumlah. Ketika ada wanita lain yang dianggap lebih cantik dan mempesona, dia pun akan berusaha mendapatkannya sebagai bagian dari koleksi. Akhirnya, jumlah yang dibatasi pun dilampaui. Fenomena selingkuh, perzinahan, atau kawin cerai pun menjadi fenomena. Seperti itulah, kalau hanya didasarkan pada pandangan fisik, cinta yang tumbuh biasanya tidak akan bertahan lama.

Apabila kita lihat dari struktur tubuh, mata itu berada pada bagian depan, akan tetapi lobus oksipitalis — yaitu bagian otak yang mengatur pandangan mata manusia — berada pada bagian paling belakang. Dari posisi ini saja, pandangan mata bisa membajak keluhuran moral dan rasio manusia. Kalau tidak dikendalikan, efek visual akan sangat menentukan sikap dan tindak tanduk manusia secara keseluruhan.

Faktor yang menentukan jodoh, yang paling utama bukan berasal dari pandangan, akan tetapi dari aroma tubuh yang tertangkap oleh indra pembauan. Maka, menjaga pandangan tidak menghalangi seseorang untuk sulit mendapatkan jodoh. Apabila hati kita nyaman, tenang, dan tenteram ketika bersama si dia, itu tanda-tanda ada kecocokan antara kita dengannya. Sesungguhnya, Allah Ta’ala telah memberikan sebuah mekanisme yang sangat cerdas dalam proses penentuan jodoh; mekanisme yang indah, bersih, dan jauh dari dominasi nafsu. ***

DAHSYATNYA KANDUNGAN GIZI IKAN LAUT

Oleh TAUHID NUR AZHAR

Ikan laut termasuk bahan makanan yang mengandung asam pantotenat dalam kadar tinggi. Salah satu fungsinya adalah membantu tubuh memerangi stres.”

Ikan laut, kalau boleh dikata, merupakan hadiah dari Allah Ta’ala untuk manusia. Betapa tidak, selain jumlahnya yang melimpah, rasanya pun rata-rata menggugah selera alias enak, dan yang terpenting, kandungan gizinya pun nyaris tiada dua. Apalagi kalau kita mampu mengolah dan mengotimalkan fungsi penyajiannya.

Maka, siapa pun yang gemar mengonsumsi ikan laut, terutama yang masih segar, dijamin lebih sehat dibandingkan dengan yang jarang mengonsumsinya.

Itulah mengapa, sampai saat ini saja, lebih dari 5.000 publikasi penelitian di seluruh dunia tentang manfaat menu ikan terhadap kesehatan jantung. Itu baru jantung, belum lagi organ yang lain. Salah satu studi tertua adalah yang dilakukan dua peneliti Denmark sekitar tahun 1970-an. Mereka menemukan fakta rendahnya kasus kematian orang Eskimo akibat penyakit jantung koroner (PJK) walaupun mereka banyak mengkonsumsi makanan berlemak tinggi. Rahasianya adalah karena orang Eskimo mempunyai kebiasaan mengonsumsi ikan segar.

Penemuan tentang manfaat ikan laut bagi kesehatan jantung masih bertambah lagi seiring penelitian para ilmuwan. Salah satu yang terbaru adalah mencegah timbulnya fibrilasi atial (FA), yaitu suatu jenis gangguan irama jantung yang sering terjadi pada orangtua. Bukti ini dimuat dalam salah satu jurnal kesehatan terkemuka, yaitu Circulation.

***

Lalu, ”harta karun” apa saja yang terkandung dalam ikan laut tersebut? Ikan-ikan laut dikenal kaya akan asam lemak tak jenuh ganda Omega 3 (DHA dan EPA); memiliki protein yang lengkap; mengandung aneka jenis vitamin, semisal A, B12, D, dan E; serta aneka jenis mineral yang sangat dibutuhkan tubuh, seperti fosfor, kalsium, natrium atau sodium, selenium, seng, dan iodium.

Berikut sekilas manfaat ikan laut bagi kesehatan manusia berdasarkan kandungan gizi yang terkandung di dalamnya, antara lain:

· Membantu menurunkan risiko peradangan sendi (selenium).

Ikan adalah sumber selenium terpenting di alam. Mineral selenium menurut hasil sejumlah penelitian terbukti mampu mengurangi risiko peradangan sendi, membantu membuat antioksidan alami, dan mencegah mencegah kerusakan DNA yang disebabkan zat kimia dan radiasi. Ikan kod, halibut, kakap, dan tuna termasuk jenis ikan yang memiliki kadar selenium tinggi.

· Membantu meningkatkan daya ingat (vitamin B12)

Penelitian terhadap sejumlah orang sehat berusia di atas 75, yang berisiko tinggi terkena penyakit alzheimer, menemukan bahwa kemunduran memori atau ingatan berhubungan erat dengan rendahnya kadar vitamin B12 di dalam tubuh mereka. Ikan memiliki kadar vitamin B12 yang tinggi. Dalam 100 gram salmon atau salem saja, terdapat vitamin B12 yang dapat memasok setengah dari kebutuhan harian tubuh terhadap vitamin B12.

· Membantu menjaga sistem kekebalan tubuh agar tetap prima (protein).

Protein termasuk salah satu nutrisi terpenting bagi tubuh manusia, terlebih lagi bagi anak-anak yang berada dalam proses tumbuh kembang. Di antara kontribusi penting protein adalah membantu sistem kekebalan tubuh agar dapat berfungsi dengan baik. Bukan rahasia lagi kalau ikan merupakan sumber protein hewani tertinggi di dunia.

· Membantu meningkatkan kadar ”kolesterol baik” dalam tubuh (niasin).

Setiap 100 gram salmon dapat memenuhi 40 persen kebutuhan tubuh terhadap niacin. Vitamin B sendiri berperan penting dalam meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein) alias kolesterol baik dalam tubuh. HDL ini berperan penting dalam membantu mereduksi low-density lipoprotein (LDL) alias kolesterol jahat dalam darah.

· Menjaga kesehatan jantung (vitamin B6)

Ikan juga kaya akan vitamin B6. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa asam folat dan vitamin B6 serta B12 sangat membantu dalam mengurangi penyakit jantung. Salah satunya adalah dengan mencegah penumpukan homosistein dalam tubuh. Homosistein sendiri adalah asam amino yang berkontribusi besar pada penyumbatan arteri yang menyebabkan munculnya penyakit jantung dan stroke.

· Membantu menjaga kesehatan gigi dan gusi (fosfor).

Sejumlah ikan laut, semacam salmon, dikenal kaya akan kandungan fosfor. Kehadiran mineral fosfor sangat diperlukan untuk membantu kalsium dalam membentuk, menjaga, dan memelirihara kesehatan gigi dan gusi.

· Membantu tubuh dalam memproduksi energi (tiamin).

Ikan dipercaya mengandung tiamin dalam kadar tinggi tiamin sendiri merupakan komponen yang membantu tubuh menghasilkan energi. Tuna dan salmon kaya akan nutrisi tiamin. Maka, kalau cepat lelah, perbanyaknya mengonsumsi ikan.

· Membantu menurunkan tekanan darah (kalium)

Orang yang memiliki tekanan darah tinggi tidak perlu khawatir ketika harus mengonsumsi ikan laut. Betapa tidak, ikan laut kaya akan kalium yang dapat menurunkan tekanan darah.

· Membantu melawan stres dan depresi (omega-3)

Di antara semua jenis ikan laut, salmon, tuna, dan sardens termasuk ikan dengan kadar asam lemak tertinggi. Omega-3 sendiri termasuk salah satu lemak yang sangat dibutuhkan tubuh. Salah satu manfaatnya adalah membantu memerangi depresi. Halibut, udang, kakap, dan kerang termasuk pula hewan laut yang memiliki kadar omega-3 tinggi. ***

IKANNYA MAS!

Oleh TAUHID NUR AZHAR

Ikan mas termasuk bahan makanan bergizi tinggi, khususnya sebagai sumber protein hewani yang dapat mencerdaskan otak, menghambat proses penuaan dini, dan ‘ramah’ terhadap jantung karena kandungan lemaknya termasuk jenis asam lemak yang sangat tidak jenuh.”

Ikan mas, siapa yang tidak kenal ikan yang satu ini? Ikan mas atau Ikan karper (Cyprinus carpio) termasuk ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi. Keberadaannya sangat mudah ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Ikan mas sendiri memiliki beberapa nama sebutan, antara lain kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, ameh, lauk emas, dan sebagainya sesuai dengan daerah penyebarannya yang sangat luas.ru

Ikan yang sangat familiar ini biasanya hidup di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150 sampai 600 meter di atas permukaan air laut (dpl) dan pada suhu 25–30° Celcius. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas (kadar garam) 25–30 persen.

Ikan mas tergolong jenis omnivora, yaitu ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik. Namun, makanan utamanya adalah tumbuhan dan binatang yang terdapat di dasar dan tepi perairan.

Layaknya keluarga ikan lainnya, selain melimpah jumlahnya, ikan mas memiliki kandungan gizi yang tinggi dengan daging yang lezat dan pulen. Karena rasa daging dan kandungan gizinya itu, ikan mas termasuk salah satu primadona dari jenis ikan air tawar. Secara umum, ikan mas (dan ikan-ikan air tawar lainnya, seperti gurame, nila, tawes, patin, belut, mujair, sepat, dan sejenisnya) mengandung kalori, lemak (asam lemak tak jenuh omega-3), protein, vitamin: A, B1, B12, dan D, mineral: besi, fosfor, kalsium, natrium atau sodium (kadarnya rendah).

Secara lebih spesifik, kandungan gizi ikan mas dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Dari komposisi ini terlihat bahwa ikan mas termasuk makanan bergizi tinggi, khususnya sebagai sumber protein hewani yang dapat mencerdaskan otak, menghambat proses penuaan dini, dan ”ramah” terhadap jantung karena kandungan lemaknya termasuk jenis asam lemak yang sangat tidak jenuh.

***

Walaupun demikian, untuk menjaga kandungan gizinya agar tidak hilang, kita pun harus memperhatikan proses memasaknya. Ada banyak tradisi memasak di masyarakat kita, khususnya untuk menghilangkan bau amis dan kenyal dari ikan, dilakukan proses penggorengan sampai kering alias kriuk kriuk. Padahal, proses penggorengan yang menghasilkan daging yang terlalu kering dapat merusak kandungan gizi yang terdapat dalam daging ikan tersebut. Kandungan protein misalnya, itu dapat rusak (terdenaturasi) pada suhu 96 derajat celcius. Tentu saja, kandungan gizinya tetap ada, hanya saja telah terjadi penurunan kandungan gizi dari persentase yang ideal.

Dengan demikian, untuk mendapatkan rasa daging yang enak dengan kandungan gizi yang terjaga, kita harus mengupayakan proses memasak yang tepat. Salah satunya adalah mempertimbangkan proses memasak dengan kompor atau vakum yang menjadikan ”tekanan” sebagai indikator. Artinya, kita dapat memasak ikan sampai garing dengan menggunakan tekanan yang tinggi, bukan suhu yang tinggi. Suhu atau titik didih itu sendiri biasanya akan mengikuti tekanan. Dengan demikian, ketika kita menaikkan atau menurunkan tekanan dalam proses memasak, suhu pun akan ikut naik atau turun. Kita tinggal mengatur tekanannya saja dan menjaga suhunya agar berada di bawah 96 derajat celcius.

Proses memasak semacam ini sudah dicoba dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Brawijaya Malang. Tim peneliti ini membuat kompor vakum yang digunakan untuk menggoreng buah-buahan asli Malang. Dengan suhu yang rendah, mereka bisa mendapatkan goreng buah-buahan yang kriuk, akan tetapi tetap memiliki cita rasa buah asli, dan tetap bergizi karena kandungan nutrisinya tidak hilang. Perlu ditegaskan pula bahwa rusaknya kandungan gizi pada makanan bukan pada garingnya, akan tetapi karena panas yang berlebihan. Jadi dengan tekanan, pada suhu sekitar 80 derajat celcius misalnya, bahan makanan bisa tetap matang tanpa merusak profil nutrisi dalam makanan tersebut.

***

Namun alhamdulillâh, bangsa kita memiliki kebijakan lokal (local wisdom) dalam hal olah kuliner, sebagai warisan turun temurun dari nenek moyang. Dalam seni memasak ikan mas misalnya, kita mengenal pepes. Asal tahu saja, proses mengolah ikan pepes ini tergolong cerdas, karena dapat mengoptimalkan kandungan gizi yang terdapat dalam ikan yang dipepes. Kita tahu bahwa pepes ikan itu selalu menggunakan media dedaunan, khususnya daun pisang, sebagai pembungkus.

Di dalam daun pisangnya itu sendiri terdapat berbagai zat aktif. Salah satunya adalah kalium yang sangat dibutuhan untuk memproteksi jantung. Nah, ketika daun pisang dijadikan pembungkus, kandungan zat aktif berupa asam lemak tak jenuh dan asam amino yang ada dalam daging ikan menjadi tidak hilang, dan justru mendapat tambahan serta penguatan dari ion-ion kalium dari daun pisang. Panas yang diberikan terhadap ikan pepes pun disebarkan secara merata, sehingga tidak ada yang gosong. Dengan kata lain, tidak terjadi kerusakan pada struktur nutrisi bahan makanan tersebut. ***

--

--

sendy ardiansyah
sendy ardiansyah

No responses yet