Swadaya Collection Part 11

sendy ardiansyah
21 min readMar 13, 2024

--

Tauhid Nur Azhar

Photo by Will van Wingerden on Unsplash

BERMUNAJAT LEWAT SHALAT DI PINTU GERBANG DIMENSI

Tauhid Nur Azhar

Sungguh, di dalam shalat terkandung kumpulan doa terbaik yang layak untuk dipanjatkan seorang hamba kala berkomunikasi dengan Rabbnya. Karena, tidak dikatakan sah shalat seorang hamba tanpa ada doa di dalamnya.

Jika demikian keadaannya, shalat adalah “pakaian” yang selalu melekat di tubuh saat kita bepergian di muka bumi. Doa pun, sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari shalat, menjadi senjata andalan sekaligus media komunikasi terbaik bagi seorang Muslim.

Dan, komunikasi kita dengan Allah lewat shalat, di beberapa tempat di muka bumi ini, terasa jauh lebih nikmat. Maka, ada sejumlah tempat yang merupakan “gerbang dimensi”, yang mana shalat dan munajat kita terasa begitu legit lagi menghanyutkan hati.

Boleh jadi, kita selama ini tidak pernah menjadikan shalat sebagai “perjalanan wisata” sehingga kita kehilangan sensasi travelingnya. Padahal, shalat adalah perjalanan batin yang sensasional. Sungguh!

Shalat di Perbukitan Muzdalifah

Shalat tersyahdu yang pernah saya alami adalah shalat Subuh beratapkan langit pagi di perbukitan Muzdalifah. Pagi itu tanggal 10 Zulhijjah yang dinginnya menusuk tulang, bersama puluhan jamaah berpakaian ihram saya berdiri berbanjar membentuk shaf rapat di lereng sebuah bukit pasir kecil.

Suara azan yang dilantunkan seorang kakek, yang sesekali seolah tercekat di tenggorokan, semakin menambah tebalnya rasa kerinduan dan keharuan. Ketika itu, seolah-olah Allah mendengar setiap doa lirih yang terucap dari bibir kami secara sangat pribadi. Dia terasa dekaaaat sekali …!

Hembusan angin gurun dari arah Padang Arafah membawa aroma kedamaian, lembut membelai kulit kami yang terbuka. Dinginnya tidak menggigilkan kulit, akan tetapi menggetarkan hati dan mengguncang-guncang kesadaran kami.

“Curhat” Subuh di Muzdalifah itu begitu membekasnya di jiwa saya. Saya tidak akan pernah terlupa bahwa di suatu pagi, di tanah suci, saya pernah berdialog dengan Allah Azza wa Jalla langsung tanpa perantara!

Shalat di Atas Bukit Mina

Shalat Isya di atap bedeng penampungan di bukit Mina melahirkan sensasi luar biasa. Bedeng itu terletak di lereng curam bukit berbatu yang gersang. Dari atas atapnya terhampar pemandangan jumrah dan lautan kemah para jemaah haji yang bertebaran.

Saat itu seolah saya melihat pemandangan di Padang Masyhar, di mana kelak kita semua akan dibangkitkan. Sensasi Padang Masyhar itu menghantarkan saya pada sebuah shalat yang menjadi “berat” dengan rasa takut akan segala dosa yang pernah dilakukan. Saya tersadar bahwa dalam rentang usia yang belum seberapa ini, saya telah menumpuk begitu banyak dusta dan kesalahan yang disengaja.

Angin hangat yang berhembus kencang dari arah Jumrah Aqabah seolah membawa pesan akan panasnya api Jahanam, hawa syaithaniyah yang selama ini saya hirup dengan suka hati dan menerjemahkannya justru sebagai angin surgawi.

Shalat di Depan Multazam

Pengalaman lain yang tidak kalah membekasnya adalah ketika shalat malam di hadapan Multazam, sebuah tempat mustajab di antara Hajar Aswad dan pintu Kakbah.

Malam itu jutaan belalang ber-thawaf mengelilingi Kabah dalam sebuah formasi yang persis dengan thawaf-nya manusia. Mereka berbaur dengan ngengat dan ribuan burung layang-layang yang memutari Ka’bah melawan arah jarum jam.

Saat itu saya tertidur di pelataran marmer yang tidak seberapa jauh dari Maqam Ibrahim. Sejumlah belalang yang melintas membangunkan dan mengguncang kesadaran saya yang seolah dibangkitkan dari tidur di alam kubur (barzakh). Tidak terperi herannya saya melihat thawaf-nya para binatang itu.

Saya pun bergegas menunaikan shalat malam. Kala bersujud, nikmaaat terasa. Itulah sujud terindah yang pernah saya alami. Sebuah sujud dengan kesadaran penuh bahwa Allah Al-Khaliq sungguh benar keberadaan-Nya, menyejukkan jiwa-jiwa yang lelah dan kehausan.

Sosok Ka’bah yang hitam menjulang saat itu seolah tampak pudar. Ketika saya ber-istilam dan menatap lurus ke depan seolah Ka’bah membuka dan menjadi sebuah pintu menuju cahaya.

Shalat di Masjid Nabawi

Pada suatu pagi yang dingin saya mendapat shaf yang nyaris hampir paling belakang di Masjid Nabawi. Saya bahkan tidak bisa melihat Imam. Akan tetapi, saat itu sebuah perasaan aneh mengalir, seolah Rasulullah-lah yang menjadi imam kami pada pagi itu.

Setengah sadar saya bersujud gemetar. Kerinduan itu pun lalu memuncak dengan berjuta harap akan sebuah pertemuan. Ya, Rasulullah di masjidmu ini sebuah kedamaian telah kau tanamkan di dalam hati kami! ***

CARA CERDAS MENGELOLA EMOSI NEGATIF

Tauhid Nur Azhar

Tepat di tengah-tengah kepala kita terdapat sebuah pabrik yang memproduksi kebahagiaan, kegembiraan, kesedihan, harapan, ketakutan, kasih sayang, cinta, kekecewaan, dan juga kebencian. Pabrik itu disebut “sistem limbik”, sebuah sistem otak yang menyatukan kepekaan rasa, pengolahan memori, pengendalian emosi, dan mengatur pola belajar seorang manusia.

Berbekal sistem inilah kita mampu menyimpan berjuta kenangan indah dan kelak akan menjadi acuan kita untuk mensyukuri beragam nikmat dari Allah Ta’ala. Melalui sistem ini pulalah kita belajar hal-hal mengecewakan dan menimbulkan kesengsaraan sehingga kita dapat mengembangkan mekanisme untuk menghindarinya.

Singkat kata sistem limbiklah yang memberi napas, warna, dan suasana hidup kita. Inilah saluran komunikasi utama yang menghubungkan pikiran dan emosi dengan molekul pembawa yang dilepaskan ke dalam cairan saraf dan melewati sistem peredaran darah ke seluruh tubuh. Di sinilah emosi positif dapat membangkitkan perubahan fungsi tubuh yang berdampak besar bagi kesehatan tubuh.

Maka, penting bagi kita untuk berusaha menumbuhkan dan menjaga keberadaan emosi positif dalam diri, serta memenej keberadaan emosi negatif agar jangan sampai membawa kemudaratan yang besar. Bagaimana caranya? Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk meraih tujuan ini.

1. Berpikir Positif

Pikiran dan otak yang berkorelasi timbal baik adalah kunci atau gerbang kebahagiaan. Artinya, pikiran atau emosi negatif yang diperturutkan akan ”membajak” seisi pikiran. Hal ini ditandai dengan berkurangnya kemampuan otak untuk berpikir jernih dan menemukan solusi yang tepat dalam hidup.

Emosi negatif akan membuat 75 persen fungsi otak kita tidak dapat berjalan dengan semestinya. Apabila kondisi ini terus di praktikkan, dalam arti gagal mengelola emosi negatif yang tertanam di dalam diri, dia akan bersifat menetap dan menjadi pola saraf (neuronal) permanen.

Akhirnya, dia pun akan menjadi individu yang memiliki sifat egosi, egosentris (berorientasi pada diri sendiri), dan tergesa-gesa yang berujung pada pengambilan keputusan yang hanya berorientasi kesenangan sesaat dan kepentingan yang sempit. Apabila diperturutkan, hal ini akan menghancurkan fisik dan psikis diri kita.

2. Perbanyak Menghirup Udara Segar

Kurangnya asupan oksigen ke otak dapat mengakibatkan terjadinya stres oksidatif atau stress respiratoric pada seseorang. Apabila hal ini terjadi, sel-sel otak tidak akan bekerja secara sempurna. Otak pun akan diambil alih oleh sistem defensif yang lenih mementingkan usaha untuk mempertahankan diri.

Hal ini akan mempengaruhi orang untuk menjadi lebih mudah gelisah. Orang gelisah dia sangat rentan mengalami stres fisiologis, yang mana tubuhnya akan dipaksa untuk mengalurkan hormon-hormon stres semacam kortisol.

Salah satu cara yang paling tepat, murah, mudah, dan multiefek untuk mengatasi hal ini adalah dengan menghirup udara segar. Kita dapat meluangkan waktu untuk berjalan di alam terbuka, di kebun, taman kota, atau di mana pun yang memungkinkan kita mendapat asupan oksigen yang cukup.

3. Banyak Melihat Pemandangan Hijau dan Menyejukkan

Warna hijau mampu menurunkan kadar hormon pencetus kecemasan dan meningkatkan aktivitas pertahanan tubuh. Warna hijau, khususnya yang alami, ketika diterima oleh retina dengan neuron lokal yang bersifat bipolar akan merangsang hipotalamus dan pineal untuk menurunkan kadar kortisol (hormon cemas atau stres).

Dengan demikian, dari warnanya saja tumbuh-tumbuhan hijau, termasuk hamparan sawah dan kebun-kebun, memiliki efek yang bermanfaat bagi tubuh, belum lagi manfaat lainnya yang sangat banyak.

4. Relaksasi

Pada prinsipnya, yang namanya relaksasi itu mudah dilakukan, yaitu mengganti kondisi tubuh dari tegang dan kaku pada posisi relaks, santai, dan tenang. Relaksasi dapat dilakukan dengan melemaskan kembali otot yang tegang dan kaku.

Salah satunya adalah dengan melakukan peregangan otot (stretching) secara perlahan-lahan untuk membantu melemaskan otot-otot yang kejang. Mandi ataupun wudhu bisa pula dilakukan untuk melepaskan ketegangan yang mendominasi tubuh. Itu relaksasi secara fisik.

Adapun relaksasi secara metal dapat dilakukan dengan menurunkan frekuensi gelombang otak dari gelombang beta ke alfa atau theta. Aktivitas terbaik terkait hal ini adalah jalur ibadah, semisal memperbanyak shalat, zikir, membaca dan mentadaburi Al-Quran, dan aktivitas ibadah lainnya.

Aneka ibadah ini sangat efektif dalam menangani gangguan emosi dan ketegangan fisik. Bahkan, zikrullah (termasuk shalat di dalamnya) termasuk relaksasi yang efeknya bersifat ganda. Pada satu sisi, dengan doa kita memohon kepada Allah atas segala himpitan masalah, dan ini bernilai ibadah. Pada sisi lain, doa akan melahirkan perasaan lega karena kita telah “menyerahkan” masalah kepada Zat Yang Serbamaha.

TERNYATA, SEDEKAH ITU MENYENANGKAN!

Tauhid Nur Azhar

Manakah yang lebih nikmat: menerima sedekah atau memberi sedekah, menjadi mustahik atau muzakki? Sekilas pintas tentu saja menerima lebih nikmat daripada memberi, mendapatkan lebih enak daripada mengeluarkan. Dengan mendapatkan, harta dan kepemilikan kita bertambah. Sebaliknya dengan mengeluarkan, harta dan kepemilikan kita justru berkurang.

Ini secara hitungan di atas kertas. Namun, pada faktanya, kondisi yang didapat justru sebaliknya. Orang yang memberi ternyata lebih bahagia daripada yang menerima. Orang yang bersedekah lebih happy daripada yang menerima sedekah.

(01)

Penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Dunn, seorang pakar psikologi dari University of British Columbia, Vancouver, Kanada membuktikan hal ini. Hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal Science, volume 319, menyimpulkan bahwa semakin besar uang yang dibelanjakan orang untuk menolong sesama atau dalam rangka memberi hadiah untuk orang lain, akan menjadikan seseorang lebih bahagia dalam hidupnya.

Itulah mengapa, Elisabeth Dunn memberi judul tulisannya dengan sangat provokatif, yaitu ”Spending Money on Others Promotes Happiness” atau ”Membelanjakan Uang untuk Orang Lain akan Meningkatkan Kebahagiaan”.

Dalam penelitian tersebut, Dunn dan rekannya meneliti 109 orang mahasiswa. Para mahasiswa tersebut dibagi ke dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama diberi kebebasan untuk memilih jumlah uang yang ditawarkan, apakah 20 dolar ataukah 5 dolar.

Hasilnya sudah bisa ditebak, para mahasiswa lebih memilih 20 dolar. Mereka meresa lebih bahagia dengan uang 20 dolar dibandingkan hanya 5 dolar. Para mahasiswa itu menambahkan pula bahwa mereka akan membelanjakannya untuk diri sendiri ketimbang untuk orang lain. Dan, hal ini sangat manusia!

(02)

Dunn dan timnya kemudian memberi 46 mahasiswa lain amplop berisi uang 5 dolar atau 20 dolar, akan tetapi mereka tidak diberi kebebasan memilih untuk apa uang tersebut akan dibelanjakan. Para peneliti menyuruh mereka membelanjakan uang itu untuk hal-hal tertentu.

Menariknya, mahasiswa yang mengeluarkan uang untuk amal kemanusiaan atau membeli hadiah untuk orang lain ternyata lebih bahagia dibandingkan mereka yang membelanjakan untuk kepentingan pribadi, seperti bersenang-senang. Dengan memberi, mereka mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan plus yang tidak didapatkan dari sekadar membelanjakan uang untuk kepentingan sendiri.

Itulah mengapa, Jonah Lehler dalam bukunya How We Decided (2010:241) mengatakan bahwa berlaku dermawan itu terasa enak. Mengapa demikian? Sesungguhnya, Zat Yang Mahakuasa telah merancang otak manusia sedemikian rupa sehingga yang namanya berbagi, memberi, dan bersikap dermawan itu menyenangkan.

(03)

Dengan kata lain, bersikap baik kepada orang lain itu akan membuat kita merasa lebih aman dan nyaman daripada kita berlaku kikir. Hal ini terbukti secara empiris melalui sebuah penelitian yang menggunakan pemindaian atau pencitraan otak.

Tim peneliti melakukan eksperimen terhadap beberapa puluh responden. Kepada mereka diberikan uang sejumlah 128 dolar dan peneliti memberi kebebasan kepada para responden untuk membelanjakan uang tersebut, menabung, atau mensedekahkannya kepada orang lain.

Nah, pusat hadiah di otak orang-orang yang memilih menyumbangkan uang mereka ternyata lebih aktif dibandingkan otak orang-orang yang sekadar menabung atau membelanjakan uangnya untuk kepentingan sendiri.

Orang yang memilih untuk mensedekahkan uangnya terlihat lebih senang dan lebih puas atas kedermawanan yang dilakukannya. Kebahagiaan mereka saat memberi pun jauh lebih tinggi daripada saat menerima uang.

Dengan demikian, dari sudut pandang neurosains terbukti sudah bahwa memberi itu lebih baik daripada menerima; tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.

(04)

Dari sudut pandang agama (Islam) bagaimana? Jangan ditanya! Berderetan ayat Al-Quran dan hadits beserta penjelasan para ulama yang menjelaskan betapa besarnya manfaat sedekah bagi kehidupan dunia dan akhirat seorang manusia.

Bukan sekadar menyenangkan hati, sedekah pun dapat menyambungkan hubungan yang terputus, mengeratkan tali persaudaraan, mengikis permusuhan, melahirkan kasih sayang, dan bisa menyembuhkan aneka macam penyakit fisik dan psikologis.

Itulah mengapa, Rasulullah saw. melarang kita menjadi orang kikir. Sebaliknya, beliau menganjurkan umatnya menjadi orang dermawan. “Kemurahan hati adalah dari (harta) kemurahan hati dan pemberian Allah. Maka, bermurah hatilah niscaya Allah bermurah hati kepadamu.” (HR Ath-Thabrani)

DI BALIK NIKMATNYA SENSASI RASA PEDAS

Tauhid Nur Azhar

Bagi sebagian orang, rasa pedas pada masakan yang dibuat atau makanan yang dimakan, adalah sebuah keharusan alias wajib hukumnya. Tanpa adanya rasa pedas, bagi kelompok orang ini, makan tidak lagi terasa nikmat alias hambar. Ada sesuatu yang hilang dan tidak lengkap dari prosesi makan tersebut. Ibaratnya sayur tanpa garam, shalat tanpu wudhu, atau makan tanpa minum.

Memang, selain menimbulkan sensasi nikmat dan panas, makanan pedas, apabila makannya berlebihan atau yang memakannya sedang bermasalah dengan lambung atau pencernaan, mengandung segudang manfaat yang luar biasa bagi kesehatan. Apa sajakah itu?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita harus menyenggol dahulu dalang dari datangnya rasa pedas tersebut, yaitu cabe. Cabe inilah yang menjadi kunci dari rasa pedas yang terasa di lidah.

(01)

Mengapa cabe terasa pedas? Karena, di dalam cabe terkandung sebuah zat yang dinamakan capsaisin. Capsaicin ini seperti minyak dan menyengat sel-sel pengecap lidah. Zat inilah yang mengakibatkan cabe menjadi terasa pedas dan panas di lidah saat kita mengkonsumsinya.

Selain itu, rasa pedas yang dipicu oleh capsaicin dapat membuat para pengonsumsinya menjadi ketagihan. Itulah alasan mengapa banyak orang begitu menyukai, bahkan tidak mau berhenti mengkonsumsi cabe.

Karena keunikannya itu, capsaisin banyak diteliti oleh para ilmuwan. Dalam jurnal Cancer Research misalnya, disebutkan bahwa kandungan capsaicin pada cabai yang menimbulkan rasa pedas, dapat membunuh sel kanker tanpa merusak sel normal. Itulah mengapa, kasus kanker di Meksiko dan India, yang masyarakatnya banyak mengonsumsi makanan pedas, lebih sedikit dibandingkan negara-negara Barat, yang masyarakatnya cenderung tidak suka makanan pedas.

Dua penelitian yang dilakukan tim dari Australia juga mengungkap, menambahkan cabai dalam setiap masakan bisa menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Tidak hanya itu, makanan pedas juga bisa menstabilkan kadar insulin dalam darah. Dalam takaran yang tidak berlebihan, makanan pedas bahkan bermanfaat untuk kesehatan lambung.

(02)

Selain capsaisin, cabe pun mengandung zat-zat lainnya yang bisa bermanfaat bagi kesehatan, antara lain: (1) dihidro capsaicin; (2) karoten; (3) vitamin A dan C; (4) zat pewarna atau pigmen alami; dan (5) beragam mineral penting, seperti fosfor, zat besi, dan niasin.

Kadar zat-zat ini berbeda di antara setiap jenis cabe. Pada cabe rawit (cengek) yang rasa pedasnya luar biasa misalnya, kandungan vitamin C dan betakaroten (provitamin A) sangat tinggi sehingga tidak kalah dengan buah-buahan seperti mangga, nanas, papaya atau semangka. Bahkan, kadar mineralnya pun, terutama kalsium dan fosfor mengungguli ikan segar.

Di antara jenis-jenis cabai lainnya, paprika merah memiliki kandungan vitamin C yang paling tinggi, hingga dua kali lipat. Kadar betakarotennya pun lebih unggul dibandingkan dengan paprika hijau yang sembilan kali lebih besar. Sebagian besar kandungan betakaroten paprika terkonsentrasi pada bagian di dekat kulit.

(03)

Jika kita rangkum, ada banyak manfaat dari cabe sebagai pembawa rasa pedas pada masakan terhadap kesehatan tubuh. Tiga di antaranya dapat kita sebutkan di sini.

Pertama, cabe dapat meredakan pilek dan hidung tersumbat. Karena mengandung zat capsaicin yang dapat mengencerkan lender, panas dari cabe dapat sehingga mencegah hidung tersumbat. Ini berlaku pada sinusitis dan juga batuk berdahak.

Kedua, cabe dapat memperkecil risiko terserang stroke, penyumbatan pembuluh darah, impotensi, dan jantung koroner. Karena, dengan mengkonsumsi capsaicin secara rutin darah akan tetap encer dan kerak lemak pada pembuluh darah tidak akan terbentuk. Darah pun akan mengalir dengan lancar. Jadi, cabe juga berkhasiat mengurangi terjadinya penggumpalan darah (trombosis).

Ketiga, cabe dapat meringankan sakit kepala dan nyeri sendi. Rasa pedas yang ditimbulkan capsaicin dapat menghalangi aktivitas otak ketika menerima sinyal rasa sakit dari pusat sistem saraf. Terhambatnya perjalanan sinyal ini akan mengurangi rasa sakit yang kita derita. Selain itu cabe berkhasiat juga untuk meredakan migrain. ***

MENATA HATI MENJEMPUT HARI Formula KIKI untuk Menjaga Diri dari Depresi

Tauhid Nur Azhar

Dalam hidup, kita seringkali terjebak dalam pusar keluh kesah yang menyedot kita ke dalam umbalan kekecewaan tak berujung. Rasa tak puas, cemas, khawatir terhadap masa depan, berkelindan dengan kekesalan akan pengalaman yang telah dijalankan.

Semua ini berkemuncak dalam sebait kemarahan yang dilisankan, ataupun meletup dalam letusan vulkanis yang masif dan emosional sehingga meninggalkan lubang kaldera yang teramat besar di hati dan jiwa kita.

Dan, tahukah Anda bahwa hati dan jiwa yang terluka, dia bisa menjadi danau penampung air mata? Atau, bisa pula lelehan magma kecewa itu mengalir secara efusif dan keluar dalam bentuk tekanan kejiwaan.

Maka, saat kita gagal mengelola masalah dan menata diri, situasi hati akan terus terdistorsi, dan bahkan terdestruksi. Efeknya langsung terasa: hidup tidak lagi indah, hadirnya keluh kesah dan putus asa, sehingga kelelahan lahir batin pun akan melanda.

Ketika gairah hidup mulai surut, apatisme dan rasa sepi mulai menggerogoti, dalam panduan diagnosis ICD-10, ada kemungkinan kita telah memasuki fase depresi. Lalu, apa itu depresi? Bagaimana pula ciri-cirinya?

Depresi, Kategori dan Ciri-cirinya

Depresi adalah salah satu produk dari kecemasan kronis dan ketakutan yang berkepanjangan. Dia hadir dalam beberapa kategori, antara lain: depresi mayor, depresi persisten, gangguan bipolar, dan depresi psikotik.

1. Depresi Mayor

Ini adalah jenis depresi yang membuat penderitanya merasa sedih dan putus asa sepanjang waktu. Gejalanya bisa berlangsung berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, antara lain: (a) suasana hati yang murung dan suram, (b) kehilangan minat terhadap hobi atau aktivitas lain yang sebelumnya disukai, © perubahan berat badan.

Kemudian, (d) hadirnya gangguan tidur, (e) sering merasa lelah dan kurang berenergi, (f) selalu merasa bersalah dan tidak berguna, (g) sulit berkonsentrasi, dan (h) kecenderungan untuk bunuh diri.

2. Depresi Persisten

Depresi persisten atau distimia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi depresi yang bersifat kronis. Gejala yang ditimbulkan sama dengan depresi pada umumnya, hanya saja depresi jenis ini berlangsung lama bahkan hingga bertahun-tahun.

Seseorang dapat disebut menderita depresi persisten apabila ia merasakan gejala depresi yang menetap setidaknya dua bulan secara terus menerus dan hilang timbul dalam waktu dua tahun.

3. Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar didefinisikan sebagai gangguan mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat drastis. Seseorang yang memiliki gangguan bipolar bisa merasa sangat senang dan berenergi di suatu waktu, tetapi tiba-tiba menjadi sedih dan depresi.

Pada saat berada dalam fase senang dan berenergi (mania atau hipomania), penderita bipolar akan mengalami sejumlah gejala: (a) optimis dan tidak bisa diam, (b) sangat berenergi dan lebih bersemangat, © percaya diri yang berlebihan. (d) susah tidur atau merasa tidak perlu tidur, (e) nafsu makan yang meningkat, dan (f) banyak pikiran.

Setelah berada dalam fase mania atau hipomania untuk beberapa waktu, orang yang memiliki gangguan bipolar biasanya akan masuk ke fase mood yang normal, lalu kemudian masuk ke fase depresi. Perubahan mood ini bisa terjadi dalam waktu hitungan jam, hari, atau berminggu-minggu.

4. Depresi Psikotik

Depresi psikotik ditandai dengan gejala depresi berat yang disertai adanya halusinasi atau gangguan psikotik. Penderita depresi jenis ini akan mengalami gejala depresi dan halusinasi, yaitu melihat atau mendengar sesuatu yang sebetulnya tidak nyata.

Tipe depresi ini bisa menimpa siapa saja. Hanya saja, orang tua lebih rentan terkena depresi psikotik. Walau demikian, orang yang masih muda pun bisa saja mengalaminya. Selain usia lanjut, riwayat trauma psikologis yang berat di masa kecil juga dikatakan dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami depresi psikotik.

Pemantik Hadirnya Depresi

Faktor pemantik depresi sebenarnya cukup beragam, mulai dari adanya pengaruh dari aspek genetik, seperti adanya dinamika ekspresi dari gen MTHFR, pola pengasuhan, pajanan budaya, juga pengembangan kapasitas resiliensi yang amat banyak dipengaruhi oleh pola pendidikan dan model interaksi di keluarga dan masyarakat.

Akan tetapi, pada intinya depresi dapat terjadi pada siapa saja yang mendapat tekanan multidimensi sehingga mengalami kondisi kronis kejiwaan yang tidak sepenuhnya tertangani.

Bagaimana Solusinya?

Formula KIKI dapat kita coba hayati. Bahkan, jika memungkinkan kita bisa menerapkan dalam keseharian. KIKI adalah konaah, ikhlas, kanyaah, dan istiqomah.

Konaah atau qana’ah secara definisi adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang melekat pada dirinya adalah kehendak Allah Ta’ala.

Jika dilambari dengan keikhlasan dan kanyaah, yang dalam bahasa Sunda memiliki makna yang amat mendalam: cinta yang merawat dan memelihara. Cinta yang menumbuhkan sebagaimana kasih sayang seorang Ibu pada anaknya. Cinta seperti matahari yang senantiasa sabar menyinari tanpa pernah berharap kembali.

Inilah cinta yang menautkan hati dalam getar frekuensi yang memudahkan kita untuk saling berbagi secara konsisten atau istiqomah. Karena, semua yang melekat hidup dan diri ini semata adalah amanah yang dititipkan Allah. ***

ZAKAT ADALAH OBAT

Tauhid Nur Azhar

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

(QS At-Taubah, 9:103)

(01)

Tahukah anda bahwa dari sudut pandang ilmu neuropsikologi, zakat adalah obat?

Sebagaimana dalil Al-Quran (QS 9:103), zakat yang ditunaikan bisa mensucikan dan menghadirkan ketenangan jiwa. Zakat mampu membangun kesadaran dan mengembalikan fungsi default mode network yang diperankan oleh korteks singulata posterior, prekuneus, area medial prefrontal, dan korteks parietal inferior di otak (Broyd et.al., 2009).

Salah satu kesadaran yang lahir karena mekanisme zakat adalah kesadaran akan hakikat kepemilikan dan hubungannya dengan kemampuan untuk melepaskan dan mengikhlaskan.

Jika kita sadar akan konsep kepemilikan yang bersifat semu, kita akan menemukan rasa lapang dan damai saat telah menunaikan apa yang telah Allah tetapkan sebagai pengingat bagi kita semua.

Pada gilirannya, hal ini akan membuat kita mampu mengelola pusaran energi yang berkisar di seputaran hasrat dan syahwat, yang bermuara pada kanal nafs yang didominasi tuntutan keinginan yang melampaui batas kewajaran.

(02)

Apa yang terjadi jika kita tidak dapat mengawal dorongan hasrat untuk terus menyerap nikmat tanpa menyadari akan kepatutan dan berbagai konsekuensi yang menyertainya?

1. Kita bisa terjerumus dalam perangkap maksiat dan kufur nikmat yang berakibat munculnya anake kemudharatan.

2. Efek lanjutannya adalah mental kita akan terganggu karena adanya desakan yang bersifat simultan pada sistem rekognisi dan reward serta apresiasi berbasis sensor inderawi. Yang mana, kondisi ini bisa melahirkan gangguan kejiwaan seperti depresi.

3. Proses pembentukan pola perilaku kita akan didominasi oleh perspektif yang berorientasi egosentrik. Kita dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang nirempati dan egois.

4. Kita akan mengalami pendangkalan kepedulian sosial yang mengakibatkan munculnya budaya mengedepankan kenikmatan dan kesenangan pribadi yang bersifat instan, di atas banyaknya kepentingan dan skala prioritas yang semestinya menjadi acuan dalam proses pengambilan keputusan.

(03)

Sesungguhnya, perilaku manusia terbentuk melalui berbagai proses dan dipengaruhi oleh berbagai teori yang berangkat dari pengamatan mendalam oleh beberapa peneliti psikologi, semisal teori pembelajaran yang digagas oleh Ivan Pavlop dan BF Skinner dengan teori Operant-nya.

Ada juga Teori Pengembangan Kognitif dari Jean Piaget dan Teori Pembelajaran Sosial dari Albert Bandura. Belum lagi ada yang namanya teori Motivasi (Teori Hierarki Kebutuhan) dari Abraham Maslow. Juga ada Teori Psikoanalisis yang dicetuskan oleh Sigmund Freud.

Tidak ketinggalan pula Teori Ekologi dari Urie Bronfenbrenner yang menekankan peran lingkungan sosial dan konteks dalam membentuk perilaku manusia.

Gabungan dari berbagai teori tersebut, secara umum, akan menghasilkan kesimpulan bahwa yang namanya perilaku manusia bersifat kompleks karena dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, sosial, kognitif, dan emosional.

(04)

Lalu, bagaimana hubungannya dengan zakat? Sesungguhnya, zakat sebagai instrumen langit, bersama bersama shalat dan doa, Allah karuniakan kepada kita untuk mengonstruksi ketenangan dan kesejahteraan batin. Hal ini akan sangat berperan dalam proses pembentukan perilaku.

Dengan mengesankan keutamaan zakat kita akan mendapatkan sejumlah manfaat, antara lain:

1. Meningkatnya kesadaran akan esensi kehadiran kita di dunia yang serba sementara ini.

2. Perintah zakat dan sedekah lainnya, beserta pahala bagi yang menunaikannya, akan dapat mempengaruhi kepedulian kita pada sesama.

3. Dengan berzakat dan tidak meninggalkan shalat serta menjaga kewajiban seorang Muslim lainnya, kita dapat berharap akan dapat meraih kondisi kesehatan mental yang prima. Tidak mudah putus asa, frustasi, dan depresi.

4. Dengan zakat pula, kita bisa berkembang menjadi seorang pribadi ahli syukur, ahli sabar, dan ikhlas dalam menjalani berbagai dinamika dalam kehidupan. ***

Mari Bijak Berteknologi (Informasi)

Tauhid Nur Azhar

Beberapa hari lalu sempat mendapat pesan broadcast yang diposting seorang sahabat di grup percakapan WA tentang neurosains. Konten yang dikirim adalah sebuah tulisan cerdas dan bernas dari salah satu peneliti psikologi dari UGM.

Beliau mengupas tentang pengaruh pajanan informasi sosial media yang masuk melalui gadget kita, terhadap dinamika sikap otak yang hadir dalam pembentukan persepsi dan sistem pengambilan keputusan di otak.

Menurut Pak Haryoko, sang penulis artikel, berita ataupun informasi yang dirancang untuk menyasar Croc atau otak reptil kita, dapat digunakan untuk menimbulkan ketakutan, kecemasan, ataupun memantik perilaku destruktif dari orang yang menjadi targetnya.

Algoritmanya bekerja sebagaimana media sosial yang seolah memantau perilaku dan kebiasaan kita dari kata kunci yang kita masukkan ke sistem peramban seperti Google atau halaman web lain, berapa lama waktu persinggahannya, dan juga apakah diikuti oleh aktivitas meng-klik tautan tertentu yang disediakan.

Demikian juga apakah kita singgah di fitur penyedia video seperti You Tube, seberapa sering kita posting di feed, story, atau reels di Instagram, pola bahasa di lini masa cuitan X, dan banyak indikator pengidentifikasi identitas mental lainnya.

Jika media sosial kemudian mengembangkan algoritma yang seolah mampu “membaca” isi pikiran kita, maka perancang dari manipulasi otak reptil juga seolah dapat mempengaruhi berbagai respon kognitif dan emosional targetnya.

***

Pada dasarnya manusia dikaruniai Allah Ta’ala sejumlah fungsi dasar otak. Salah satunya adalah (1) fungsi default mode network (DMN) yang melibatkan sebagian area korteks prefrontal dan girus singulata yang berfungsi untuk menegakkan nilai moral, evaluasi sosial, memikirkan apa yang orang lain pikirkan, dan juga empati.

Ada pula area yang menjalankan fungsi (2) salience network. Dia bekerja untuk menghasilkan perhatian pada berbagai peristiwa inderawi yang terjadi di dunia luar, dan peristiwa somatik dan visceral dari dunia dalam tubuh kita.

Lalu ada (3) central executive function yang terdiri dari sebagian besar area korteks prefrontal akan mengeksekusinya sebagai sebuah respons berupa sikap, keyakinan, tindakan, perkataan, juga perilaku yang dapat berlangsung secara berkesinambungan.

***

Elemen otak yang memiliki pengaruh pada triple network model itu antara lain adalah sistem limbik dengan konstruksi memorinya, juga area subkortikal seperti area ventral tegmental yang menghasilkan preferensi berupa apa yang disukai dan apa yang cenderung diemohi.

Kompartemen reptil yang berada di daerah batang otak punya pengaruh cukup signifikan. Mengapa? Karena, dia terkait dengan mekanisme defensif terkait daya untuk mempertahankan kehidupan.

Informasi subliminal yang “menghembuskan” sebentuk ancaman seperti berita tentang sesuatu yang berpotensi mengganggu keberlangsungan hidup, dapat mendorong terjadinya pengarus-utamaan insting untuk bertahan dalam domain defensif.

Yang mana, hal ini kerap terwujudkan dalam sikap agresif, perilaku yang bersifat impulsif, tidak berpikir panjang dan cenderung meyakini apa-apa yang diklasifikasikan sebagai potensi ancaman. Terlebih apabila informasi ini terus dikirimkan secara intensif melalui berbagai saluran.

***

Di antara pintu masuk untuk menyajikan berbagai asupan demi memprakondisikan otak reptil, biasanya dikemas dalam bentuk game, game online, ataupun prekursor lainnya yang bersifat distortif delusional.

Maka potensi patologi yang dapat terjadi antara lain adalah perubahan sikap dan perilaku dari pengguna gadget yang jelas-jelas mendapat pajanan langsung dari media sosial ataupun proses gaming yang dilakukannya.

Perilaku agresif-impulsif serta budaya instan sebagaimana yang antara lain terindikasi dari maraknya judi online dan pinjaman dana online yang melenakan serta dengan cepat dapat menghadirkan kesenangan dan rasa nyaman, pada gilirannya dapat memantik terjadinya masalah psikososial yang bersifat masif.

Hal ini selanjutnya akan menurunkan kualitas suatu bangsa yang rakyatnya termanipulasi secara sistematik oleh sebuah sistem berbasis teknologi (informasi).

Mengelola Kondisi Kejiwaan untuk Hidup yang Lebih Baik

Tauhid Nur Azhar

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa dampak besar bagi kehidupan umat manusia. Interaksi dan komunikasi antarmanusia menjadi semakin mudah, jarak tidak lagi menjadi masalah, akses informasi terbuka luas, dan aneka kemudahan lain yang membuat hidup semakin terasa hidup.

Hanya saja, di balik nilai manfaat yang dibawanya, hadir pula beragam efek samping negatif yang kompleks. Satu di antaranya adalah munculnya beragam gangguan kejiwaan sebagai akibat dari terpaan banjir informasi dan hadirnya relasi serta interaksi yang nyaris tanpa batas di media sosial.

(01)

Pada era sekarang ini, ada sejumlah gangguan kejiwaan lain yang bisa kita temui. Beberapa di antara adalah sindroma FOMO atau fear of missing out, narsistik, sampai gangguan afektif seperti depresi, yang pada gilirannya mendorong terjadinya peningkatan angka kasus bunuh diri.

Menurut data WHO per 2016, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena demensia.

Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, khusus di Indonesia didapatkan data prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.

Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.

(02)

Kondisi semacam ini seiring sejalan dengan hadirnya dinamika stressor dan perubahan dari pola interaksi dalam sistem sosial. Beberapa di antaranya adalah terjadinya perubahan pola kerja menjadi work from home (WFH) atau bahkan anywhere, transaksi dan pasar digital, sampai ruang komunikasi nir etika saat bertegur sapa melalui chat di berbagai media, dapat mencetuskan sejumlah gangguan kejiwaan.

Sindroma seperti Schadenfreude, yaitu senang melihat penderitaan orang lain dan resah dan sedih saat melihat orang gembira dan bahagia menjadi salah satu gejala sosial yang dapat dicermati.

Demikian juga adanya peningkatan kasus Erotomania yang bersifat delusional dan merasa diri sedemikian dicintai. Hal ini bisa menggambarkan bahwa rasa kesepian dan terpinggirkan telah mulai merasuki berbagai sudut ruang publik maupun dimensi yang bersifat pribadi.

Erotomania sendiri kerap dikaitkan dengan gejala penyakit kejiwaan, termasuk skizofrenia, gangguan skizoafektif, gangguan depresi mayor dengan ciri psikotik, gangguan bipolar sampai penyakit Alzheimer.

(03)

Pada sisi lain, perubahan lingkungan berupa terbentuknya habitat hibrida baru dengan ruang hidup virtual di dalamnya, tekanan ekonomi dan psikososial, degradasi daya dukung lingkungan fisik, ternyata dapat memicu terjadinya gangguan afeksi.

Gangguan afektif, juga sering disebut sebagai gangguan mood, adalah sekelompok penyakit psikiatri yang mana gangguan suasana hati dianggap fitur utama yang mendasarinya. Salah satu di antaranya adalah gangguan depresi dan gangguan bipolar.

Berdasarkan PPDGJ-III, kriteria gejala utama depresi ada tiga, yaitu afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan (anhedonia), dan berkurangnya energi yang mengakibatkan mudah lelah (anenergy). Gejala tersebut harus ada baik pada kriteria depresi ringan, sedang maupun berat. Untuk episode depresif sekurang-kurangnya berlangsung selama dua minggu.

Gejala lainnya bisa penurunan konsentrasi, penurunan harga diri, rasa bersalah, pesimistik, gagasan membahayakan diri, gangguan tidur dan nafsu makan.

(04)

Maka, elok kiranya jika kita berusaha untuk menyelaraskan irama kehidupan, meningkatkan kepedulian, dan memberi ruang untuk saling berbagi, agar beban yang dirasakan dalam kebersamaan dapat diurai dan diubahsuai menjadi pelatihan jiwa dan hati agar dapat berjalan serasi menuju tujuan hidup yang hakiki.

Kembali kepada ketentuan dan ketetapan Ilahi dengan mengikuti tuntunan mulia dari Al-Quran dan hadits Nabi saw. adalah terapi terbaik dan terindah untuk berbagai kelainan jiwa yang bersumber pada kegalauan kronis terhadap dunia.

Salah satu cara agar jiwa dan hati kita bahagia, damai, dan tenteram adalah dengan selalu mengingat Allah Azza wa Jalla, sebagaimana telah termaktub dalam Quran surat Ar-Rad ayat 28, “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

MEMPERKUAT JALUR KESABARAN DAN PENGENDALIAN DIRI DENGAN PUASA RAMADHAN

Tauhid Nur Azhar

Apa yang kita rasakan saat memasuki bulan suci Ramadhan? Ada sensasi yang sulit untuk digambarkan dengan kata-kata. Kedamaian, ketenangan, serta rasa kepedulian dan kasih sayang yang memuncak.

Itu baru dari aspek rasa, bagaimana pula dengan kemanfaatannya? Ada banyak hal yang bisa kita gali. Salah satunya dari aspek neurosains dan aspek mikrobioma saluran cerna. Mari kita bahas sekilas pintas.

(01)

Ibadah puasa, sebagai amalan utama pada bulan Ramadhan, pada intinya adalah proses riyadah dengan menahan diri dari hawa nafsu untuk merasakan kenikmatan sensasi makanan minuman dan hasrat biologis. Ini adalah suatu mekanisme yang berhubungan dengan optimasi berbagai fungsi fisiologi tubuh.

Salah satunya adalah optimasi fungsi dan kapasitas neurobiologi beserta peran neurotransmiter dan berbagai area otak yang terasosiasi dengan berbagai fungsi faali otak, termasuk sistem pengambilan keputusan dan pengaturan respons yang mempengaruhi sifat dan perilaku.

Keinginan untuk mengonsumsi makanan dan minuman sejatinya adalah respons fisiologis yang merupakan hasil pengolahan sinyal yang diproduksi di sel-sel tubuh yang memerlukan energi.

Serangkaian proses biokimiawi, hormonal, dan enzimatik yang diatur oleh hipotalamus di otak akan menghadirkan respons berupa peningkatan aktivitas peristaltik usus, produksi asam lambung, dan peningkatan sensitifitas terhadap aroma yang terasosiasi dengan makanan ataupun minuman.

Demikian pula aspek sensori visual (penglihatan) dan auditorik (pendengaran) akan lebih peka dengan berbagai rangsangan yang terkait dengan makanan dan minuman.

(02)

Puasa membantu terjadinya proses rasionalisasi semua hal ini di dalam otak manusia. Rasionalisasi yang terjadi adalah penyelarasan antara dorongan hawa nafsu dengan sistem analisis dan pengambilan keputusan yang lebih berorientasi pada kebutuhan riil yang tidak berlebih.

Hadirnya rasionalitas akan dapat mengendalikan kecemasan berlebih yang dipantik oleh amigdala dan kenangan kuat akan rasa nikmat yang datang menggoda dengan bergelora dari area hipokampus yang menyimpan banyak kenangan yang ingin diulang.

Kemampuan mengendalikan hasrat dan merasionalisasi kebutuhan serta menapis atau memfilternya dari keinginan yang bersifat sekunder, pada gilirannya akan memicu terjadinya penyambungan konektom baru sejalan dengan konsep neuroplastisitas.

Sederhananya, jika dijalankan secara ikhlas dalam kurun waktu tertentu, ibadah puasa akan mampu membangun jalur kesabaran dan kapasitas pengendalian diri.

(03)

Adapun dari aspek mikrobioma saluran cerna, pembatasan konsumsi makanan dan minuman selama Ramadhan akan memberi kesempatan mikrobiota (sebagai flora normal atau bakteri komensal di tubuh) untuk mengoptimalkan fungsi koloninya. Yang mana, hal ini berperan penting dalam menghadirkan ketenangan dan rasa nyaman di pikiran manusia.

Maka, ada proses kompleks yang bersifat timbal balik antara puasa dengan otak dan mikrobiota saluran cerna. Hal ini pada gilirannya akan mengoptimasi peran dari setiap elemen yang terlibat di dalamnya.

Masalah kesehatan di ranah psikoneuroimunologi atau PNI ini, tentu saja baru menyentuh sedikit dari aspek kemanfaatan ibadah puasa. Ada banyak aspek kemanfaatan lain yang harus dikaji terkait hubungannya dengan ibadah puasa. Contohnya adalah aspek psikososial, biopsikologi, juga aspek metabolisme yang berhubungan dengan berbagai kondisi degeneratif dan regeneratif. ***

--

--

sendy ardiansyah
sendy ardiansyah

No responses yet