OPTIMALISASI DIRI DENGAN TAHAJUD

sendy ardiansyah
4 min readMar 12, 2024

--

Tauhid Nur Azhar

Photo by Positive Moslem Attitude on Unsplash

Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Rabbmu mengangkat engkau ke tempat yang terpuji.” (QS Al-Isrâ’, 17: 79)

Mengapa bangun pada sepertiga malam terakhir untuk Tahajud merupakan salah satu momen yang sangat indah, spesial, dan sempurna dalam siklus harian seorang Muslim? Bahkan, dalam bahasa metafornya disebutkan bahwa pada waktu-waktu itu malaikat menjadi begitu dekat, pintu-pintu pertolongan dan rahmat Allah dibukakan. “Tuhan kita (Allah) Azza wa Jalla tiap malam turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir”. Rasul melanjutkan, “Pada saat itulah Allah Ta’ala berfirman: ‘Barangsiapa berdoa kepada-Ku pasti Aku kabulkan; barangsiapa meminta kepada-Ku pasti Aku beri; dan barangsiapa meminta ampunan kepada-Ku pasti Aku ampuni’”.

Apa bedanya sepertiga malam terakhir dengan malam-malam lainnya?

Kalau kita lihat dari aspek biologis, sepertiga malam terakhir itu adalah kondisi yang paling ekstrim bagi seorang manusia. Pada siang hari, seluruh tumbuhan bertasbih dengan cara fotosintesis. Mereka tumbuh kemudian melakukan proses asimilasi, kemudian mengambil karbondioksida, lalu mengubahnya menjadi oksigen. Itulah mengapa, para pemerhati lingkungan sangat menganjurkan kita untuk melakukan proses penanaman pohon dan penghijauan kembali. Salah satu tujuannya adalah agar pada siang hari tumbuhan-tumbuhan tersebut bisa mengubah karbondioksida menjadi oksigen untuk kemudian menghasilkan gula dan air. Dengan demikian, oksigen yang kita nikmati pada malam hari merupakan hasil kerja tumbuhan pada siang hari.

Ilustrasinya, kalau kita naik kendaraan ke Semarang dengan bensin penuh, ketika sampai Cirebon cadangan bensinnya pasti akan berkurang. Ketika hampir sampai ke tempat tujuan cadangan bensin akan semakin menipis. Demikian pula dengan kondisi kita pada malam hari. Semakin larut malam, cadangan oksigen yang ada semakin menipis. Pada sepertiga malam terakhir, cadangan oksigen sudah sangat berkurang sehingga napas jadi semakin susah.

Dalam kondisi semacam ini ada dua respons yang diberikan tubuh. Pertama, kita mengikuti irama, yaitu masal metabolik tubuh diturunkan dalam bentuk tidur yang sangat nyenyak. Tubuh berusaha untuk mengurangi aktivitas seminimal mungkin. Layaknya sebuah mobil, semakin jauh perjalanan, dia akan berusaha menghemat tenang dengan menggunakan kecepatan sedang karena kalau menggunakan RPM tinggi bahan bakar akan sangat boros. Itulah mengapa tidur yang paling pulas dan paling nikmat adalah pada sepertiga malam terakhir.

Kedua, tubuh dilatih untuk melakukan proses adaptasi. Kita membiasakan diri pada seperti malam terakhir untuk melakukan Tahajud. Pada awalnya pasti akan sangat berat sehingga untuk melakukannya perlu motivasi dan perjuangan ekstra. Bayangkan saja betapa tidak nyamannya ketika kita harus bangun. Nah, ketika ”dipaksa” untuk bangun itulah akan muncul rasa takut dan cemas. Kadar kortisol yang mengefektori rasa takut dan cemas dalam tubuh meningkat. Ada beragam kecemasan yang muncul, mulai rasa cemas kehilangan rasa nyaman dalam balutan selimut, cemas memikirkan dinginnya air pada subuh hari, cemas kalau-kalau di kamar mandi ada penampakan, dan sebagainya. Karena dominasi kecemasan inilah ada orang yang terus tarik ulur selimut sebelum akhirnya bisa bangun, bahkan tidak jarang menunda-nunda untuk lima menit walau akhirnya kebablasan menjadi enam puluh menit. Semua ini terjadi karena kita tidak mau kenyamanan yang telah didapatkan hilang begitu saja.

Siapa yang bisa mengalahkan kortisol? Endorfinlah jawabannya. Endorfin bisa kita sebut sebagai endogenus morfin, yaitu morfin yang diproduksi dalam batok kepala setiap manusia. Kalau kita sudah disinari rasa cinta (all about love), di mana kadar endorfin dalam tubuh meningkat, tubuh pun akan ”tergerak” untuk mengeluarkan hormon serotonin dan oksitosin. Serotonin menghadirkan sensasi tenang (relaks). Jadi, kalau hati kita sudah diliputi rasa cinta, bangun pada sepertiga malam teakhir akan menghadirkan rasa tenang, tenteram, dan relaks. Rasa gembira akan mendominasi relung-relung jiwa kita. Itulah sebabnya, Rasulullah saw senantiasa meminta izin kepada istrinya untuk menunaikan shalat malam. Beliau melakukan semua itu dengan penuh kasih sayang. Dalam banyak kisah disebutkan pula betapa orang-orang saleh menjadikan waktu sepertiga malam terakhir sebagai waktu terfavorit karena mereka bisa bangun malam untuk bersua dengan Zat yang amat dicintaiya. Mereka seakan mabuk kepayang dan tidak bisa fokus lagi kecuali fokus kepada Allah Azza wa Jalla. Betapa tidak, pada saat-saat itulah otak mereka memproduksi morfin dalam kadar tinggi. Mereka mabuk dalam lautan asmara level tinggi.

Simak pula bait-bait syair yang dilantunkan oleh seorang Rabi’ah Al-Adawiyah kala sepertiga malam terakhir menghampiri, ”Ya Allah, ya Tuhanku, Bintang-bintang telah bersinar. Orang-orang telah tertidur lelap. Raja-raja telah menutup pintu istananya. Kekasih telah menyepi. Namun aku tetap berdiri di hadapan-Mu.” Namun, kebahagiaan itu mulai lebur kala siang mulai menampakkan sayap-sayapnya. Rabi’ah pun bersenandung sedih, ”Ya Ilahi, malam telah berlalu dan siang telah hilang. Andai malam selalu datang tentu aku akan bahagia. Demi keagungan-Mu, inilah kebiasaan yang aku lakukan. Demi kemuliaan-Mu, walau Engkau tolak aku mengetuk pintu-Mu aku akan tetap menanti di depannya, karena hatiku telah terpaut kepada-Mu.”

Itulah kerja morfin dalam otak. Dia akan mampu melahirkan energi besar untuk melakukan apa pun untuk yang dicintainya. Sebagai ilustrasi, ketika kita mencintai seseorang, walau tengah malam dengan hujan lebat, kita akan berjuang dan menggunakan segala cara agar bisa berkunjung ke rumahnya, walaupun harus berjalan 5 km dengan melintasi kuburan. Akan tetapi, ketika kita tidak memiliki rasa cinta, tidak memiliki motivasi, jangankan jauh, terhalang satu rumah pun, kita tidak akan mau mendatanginya.

Maka, apabila rasa cinta sudah muncul, proses yang terjadi dalam tubuh akan menjadi optimal. Sel-sel tubuh akan terbangkitkan kecerdasannya — yang jauh melebihi kecerdasan kita karena dia mampu menjalankan fungsinya secara benar dan mampu memilih keputusan yang paling tepat. Kecerdasan sel-sel tubuh pun akan berlipat ganda apabila dia senantiasa dilatih dan proses pelatihannya dilakukan secara on the right track. Dengan demikian, apabila shalat dan semua ibadah kita benar, tidak hanya aktivitas sel saja yang benar, semua aktivitas biologis pun akan teroptimalisasikan.

--

--

sendy ardiansyah
sendy ardiansyah

No responses yet