Muria, Bledug Kuwu, Pati Ayam

sendy ardiansyah
3 min readMar 20, 2024

--

Tauhid Nur Azhar

Jika kita menerawang berjuta tahun lalu, pembentukan gunung Muria, Telomoyo, Merbabu, dan Ungaran itu bersamaan. Muria terpisah lautan. Ada hipotesa geologi, bahwa selain sedimentasi dari DAS Serang, Lusi, dll dari zona Rembang dan Purwodadi, mud volcanic yg berasal dari kawah gunung api bawah laut Bledug Kuwu, berkontribusi menciptakan daratan Kudus, Juwana, Pati hari ini yg menyisakan wilayah terestrial DAS Silugonggo. Legenda Joko Linglung menembus bumi dari laut dan keluar di daratan sedikit banyak menggambarkan proses tersebut.

Sampai abad ke 16 jejak selat Muria masih dapat ditemukan. Di era awal Medang Muria malah masih berupa pulau yang terpisah lautan dengan daratan Jawa.

Berawal dari pengangkatan permukaan di masa Pliosen (5 juta tahun lalu), pegunungan Kendeng terbentuk dan aliran Bengawan Solo berubah.

Piturut Angga Jati Widiatama dalam tulisannya di Kumparan, dongeng-legenda atau cerita yang berkembang di masyarakat sekitar wilayah Semarang hingga Pati tentang Gunung Muria, Jawa Tengah, dulunya terpisah dari Pulau Jawa bukanlah cerita fiktif. Ada juga cerita tentang Kota Kudus merupakan kota pelabuhan, Kota Grobogan (Purwodadi) merupakan pusat Kerajaan Medang Kawulang, dan Kota Demak yang merupakan pusat maritim pada masa kerajaan Islam pertama di Jawa.

Bagaimana mungkin cerita tersebut benar, padahal Kudus dan Grobogan (Purwodadi) merupakan salah dua dari kabupaten di Jawa Tengah yang tidak memiliki laut? Cerita ini memang agak aneh jika kita meletakkannya pada peta Jawa Tengah modern. Namun nyatanya, cerita ini dibenarkan oleh keberadaan bukti geologi yang tidak terbantahkan, antara lain:

Adanya bukti paleontologi yang menunjukkan adanya moluska air laut payau hingga air asin yang tersebar melimpah di bawah tanah wilayah Demak-Kudus-Pati. Hal ini mengindikasikan bahwa dahulu wilayah ini merupakan pantai hingga perairan laut.

Kondisi tanah yang terkompaksi ringan hingga sedang merupakan indikasi sedimentasi berumur relatif muda, sehingga belum membentuk batuan sedimen. Hal ini berimplikasi pada daya dukung tanah yang mengakibatkan pada wilayah ini sering terjadi kerusakan jalan berupa jalan bergelombang atau rusak akibat lolosnya air pada sedimen yang disebabkan oleh intensitas kompaksi (pembebanan).

Aktifnya pembentukan delta seperti di Kali Serang, Kali Juwono, atau Ploso menunjukkan laju sedimentasi tinggi. Sehingga hal ini mengakibatkan laut mengalami pendangkalan dan membentuk daratan baru.

Kondisi Muria Purba dapat dilihat dan dipelajari di Situs Pati Ayam Jekulo. Wilayah Muria yang dahulu berupa pulau menyimpan banyak artefak prehistorik yang terpreservasi oleh alam dengan baik. Situs Patiayam merupakan salah satu situs terlengkap. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya manusia purba (Homo erectus), fauna vertebrata dan fauna invertabrata. Ada juga alat-alat batu manusia dari hasil budaya manusia purba yang ditemukan dalam satu aeri pelapisan tanah yang tidak terputus sejak minimal satu juta tahun yang lalu.

Secara morfologi situs Patiayam merupakan sebuah kubah (dome) dengan ketinggian puncak tertingginya (Bukit Patiayam) 350 meter di atas muka laut. Di daerah Patiayam ini terdapat batuan dari zaman Plestosen yang mengandung fosil vertebrata dan manusia purba yang terendap dalam lingkungan sungai dan rawa-rawa.

Berbagai bukti paleontologi, arkeologi, dan geologi dari kawasan Muria menunjukkan adanya irisan yang unik antara tradisi sejarah lisan seperti legenda dan mitos, dengan berbagai fakta berupa fenomena alam yang terjadi pada masanya. Seperti berbagai kisah penemuan “Balung Buto” di Sangiran, Wajak, dan Trinil, maka banyak versi cerita rakyat yang dapat menjadi sumber inspirasi dalam menggali dan mengeksplorasi berbagai fakta saintifik yang menyertai.

--

--

sendy ardiansyah
sendy ardiansyah

No responses yet