Kisah Pak Lik Bambang, Pak Dhe Tiar, dan Mbah Gung

sendy ardiansyah
8 min readFeb 18, 2024

--

Tauhid Nur Azhar

Kemarin Pak Lik Bambang Iman Santoso ambal warsa. Beliau tampak semakin bergairah dan bersemangat muda. Maklum mungkin akibat pergaulan di kampus Gadjah Mada tempatnya menimba ilmu dua tahun belakangan ini.

Kampus yang selain dipenuhi aura dari atmosfera cendekia, juga dipenuhi manusia-manusia merdeka yang bergulat dengan pusar makna di ranah sastra sampai mengunyah dan menyerap banyak nutrisi dari asam amino matematika.

Asam amino pembangun konstruksi pemahaman yang telah melahirkan sistematika dan logika, juga cara terukur dalam menelusur ilmu pasti atau eksakta sampai ilmu-ilmu humaniora termasuk yang menyoroti berbagai maslaah terkait kultur.

Bambang yang mengambil S3 di FEB ingin menjembatani neurosains ke berbagai cabang ilmu ekonomi. Saran saya sebaiknya memulai dari proses mengelaborasi ranah kecerdasan terintegrasi yang melandasi sistem pengambilan keputusan.

Mengapa?

Karena selama ini aspek yang banyak dibahas adalah neuroekonomi yang di dalamnya sistem pengambilan keputusan memang menjadi salah satu komponen yang banyak dibahas. Jika sistem pengambilan keputusan di ranah ekonomi dapat dielaborasi, maka kita akan memperoleh basis data ilmiah terkait dengan motif dan deriving factor yang akan sangat berguna dalam perancangan berbagai strategi di ranah makro dan mikro ekonomi. Dimensi fiskal dan moneter serta berbagai elemen di sektor riil akan dapat dipahami secara fundamental sebagai bagian tak terpisahkan dari keputusan individual dan fenomena akumulasinya secara komunal yang bahkan dapat menjadi faktor-faktor pemantik sistem kultural.

Neuroekonomi sendiri kerap didefinisikan sebagai bidang ilmu interdisipliner yang menggabungkan ilmu ekonomi dengan ilmu neurobiologi (neuroscience) untuk memahami perilaku ekonomi manusia. Konsep ini mengkaji bagaimana aktivitas otak manusia mempengaruhi keputusan ekonomi, preferensi konsumen, perilaku investasi, dan mekanisme pengambilan risiko.

Para pencetus neuroekonomi antara lain adalah:

1. Paul Glimcher: Salah satu tokoh pionir utama neuroekonomi. Glimcher mengembangkan teori neuroekonomi yang berfokus untuk meneliti proses kognitif di balik pengambilan keputusan ekonomi.

2. Antonio Rangel: Merupakan profesor neuroekonomi di California Institute of Technology (Caltech). Rangel berkontribusi dalam menggabungkan prinsip-prinsip ekonomi perilaku dengan pemahaman tentang aktivitas otak yang terlibat dalam pengambilan keputusan ekonomi.

3. Colin Camerer: Seorang ahli neuroekonomi yang juga berada di California Institute of Technology. Camerer adalah salah satu pionir dalam menggabungkan penelitian perilaku ekonomi dengan metodologi neuroimaging untuk memahami dasar neurologis dari keputusan ekonomi.

4. George Loewenstein: Seorang profesor ekonomi dan psikologi di Carnegie Mellon University. Loewenstein memainkan peran kunci dalam menghubungkan konsep psikologi perilaku dengan penelitian tentang pengambilan keputusan ekonomi.

5. Daniel Kahneman: Meskipun lebih dikenal dalam bidang psikologi, Kahneman juga memberikan kontribusi penting dalam neuroekonomi. Penelitiannya tentang heuristik dan bias kognitif membantu memahami bagaimana otak manusia memproses informasi dan membuat keputusan ekonomi.

Para pencetus neuroekonomi ini bersama-sama telah mengembangkan pendekatan interdisipliner yang memadukan teori ekonomi, psikologi perilaku, dan neurosains untuk menjelaskan perilaku ekonomi manusia secara lebih komprehensif.

Melalui pemanfaatan teknik-teknik neuroimaging seperti fMRI dan EEG, para peneliti neuroelonomi dapat mempelajari aktivitas otak saat subjek melakukan berbagai stimulus ataupun tugas terkait fungsi ekonomi.

Kondisi ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang dasar neurobiologis dari berbagai keputusan ekonomi yang dipilih oleh manusia.

Secara umum kita kerap menjumpai berbagai fenomena ekonomi di berbagai model interaksi sosial. Ada motif yang menjadi pemantik diambilnya suatu usaha dengan nilai pengorbanan tertentu yang bersifat transaksional dan mengukur kapasitas serta rasio barang atau alat modal.

Pak Lik Bambang dapat mengambil studi kasus seperti modal sosial berupa rojokoyo di perdesaan Bantul atau Kulon Progo sana, yang menjadi investasi biologis lewat cara mengoptimasi potensi intrinsik yang melekat dalam sebentuk nilai gotong royong yang berpadu dengan kondisi lingkungan yang kaya akan tanaman pakan hewan. Anak sedari dini diajar untuk menjalankan laku prihatin, bekerja keras, dan menjalani hidup dengan ikhlas.

Pada masanya rojokoyo atau hewan ternak itu akan digadaikan atau dilego sebagai modal untuk mendapatkan pendidikan formal.

Sistem otak manusia lah yang merancang bentuk tabungan berupa sapi, kambing, domba, atau ayam. Bagian dari otak yang terlibat dalam proses neuroekonomi rojokoyo antara lain adalah;

1. Korteks Prefrontal (PFC), dimana korteks prefrontal adalah pusat pengambilan keputusan dan pengendalian eksekutif dalam otak. Ini memproses informasi yang berkaitan dengan pengambilan keputusan ekonomi, mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber, membandingkan nilai alternatif, dan mengarahkan perilaku sesuai dengan tujuan ekonomi individu.

2. Striatum, dimana striatum, terutama bagian yang disebut nukleus akumbens, terlibat dalam kodifikasi dan penentuan nilai serta penguatan perilaku. Ini mengevaluasi dan mengatribusikan nilai pada stimulus ekonomi, termasuk hadiah dan ganjaran finansial, yang memengaruhi proses pengambilan keputusan ekonomi.

3. Amigdala, dimana Amigdala berperan dalam pengolahan emosi, terutama dalam konteks ancaman dan penghargaan. Dalam neuroekonomi, amigdala memainkan peran penting dalam menilai risiko dan menanggapi stimulus ekonomi yang berkaitan dengan emosi, seperti kerugian finansial atau keuntungan potensial.

4. Hipotalamus, dimana Hipotalamus adalah pusat pengaturan berbagai fungsi fisiologis termasuk nafsu makan, haus, dan respons stres. Dalam konteks neuroekonomi, hipotalamus juga terlibat dalam pengaturan respons fisiologis terhadap situasi ekonomi yang menantang, seperti penentuan harga dan pengambilan risiko.

5. Korteks Singulata Anterior (ACC), dimana korteks singular anterior terlibat dalam pemantauan kesalahan, kontrol kognitif, dan pengaturan konflik kognitif. Dalam neuroekonomi, ACC membantu individu dalam mengevaluasi dan memperbaiki keputusan ekonomi yang kurang menguntungkan, serta memodulasi respons terhadap situasi ekonomi yang kompleks.

6. Korteks Insula, dimana korteks insula terlibat dalam pemrosesan sensasi internal termasuk rasa sakit, rasa lapar, dan perasaan empati. Dalam neuroekonomi, korteks insula membantu dalam evaluasi aspek fisik dan emosional dari keputusan ekonomi, seperti rasa menyesal setelah membuat keputusan yang merugikan.

7. Hipokampus, dimana hipokampus memainkan peran kunci dalam pembentukan dan penyimpanan memori. Dalam konteks neuroekonomi, hipokampus membantu individu dalam mengingat pengalaman sebelumnya, hasil keputusan ekonomi, dan koreksi keputusan di masa depan berdasarkan pengalaman belajar.

Kolaborasi dan interaksi antara bagian-bagian otak ini memungkinkan manusia untuk membuat keputusan ekonomi yang kompleks dan fleksibel, adaptif dalam mempertimbangkan informasi eksternal dan internal, serta dapat memprosesnya dalam konteks nilai dan tujuan yang kemudian menjadi bagian dari sistem pengambilan keputusan.

Banyak teori terkait pengambilan keputusan, salah satunya adalah teori rasional komprehensif yang antara lain mendasarkan konsepnya pada premis matematikawan Charles Lindblom yang menisbatkan pentingnya penguasaan data dari berbagai kondisi yang tengah dihadapi.

Teori rasional komprehensif ini juga mempelajari hal-hal yang tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil keputusan memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada, serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya.dan mempertimbangkan banyak masalah yang saling berkaitan.

Ada pula teori inkremental yang lebih berfokus pada beberapa faktor khusus yang dianggap dapat menjadi kunci penyelesaian masalah.

Ada pula teori yang disebut dengan mixed scanning theory yang diusung oleh Aital Etzioni yang secara prinsip merupakan gabungan antara teori rasional dan inkremental. Mempertimbangkan banyak hal, tetapi melandaskan pengambilan keputusan pada beberapa faktor pokok yang dianggap paling signifikan dalam penentuan hasil akhir yang diharapkan.

Terkait dengan kisah studi Pak Lik Bambang Is di UGM, ada hal menarik juga yang bisa melatari teori baru beliau soal pengambilan keputusan dari aspek neurobiologi. Pak Lik Bambang ini punya saudara ipar yang bernama Pak Dhe Tiar. Mungkin lengkapnya adalah Lengkapi Ikhtiar dengan Doa. Pak Dhe Tiar ini orang yang sangat lurus bin religius hingga diamanahi menjalankan tugas pengawas internal suatu institusi teleko level global.

Pak Dhe Tiar dan Pa Lik Bambang punya seorang sahabat ahli satelit jebolan Institut Gadjah Duduk yang kerap disingkat sebagai IGD. Kalau kelak jadi Universitas singkatannya bisa jadi UGD. Nama beliau adalah Mbah Agung. Beliau dipanggil Mbah bukan semata karena faktor usia saja, melainkan lebih pada daya linuwih cendekianya yang luar biasa. Ilmu Mbah Agung secara waskita mampu mengurai berbagai tanda yang menggejala di alam semesta.

Syahdan pada suatu senja saat bernostalgia di kota kembang yang kerap disebut sebagai Paris van Java, Mbah Gung dan Pak Dhe Tiar yang lelah berjalan kaki di sepanjang Asia Afrika dan berbelok ke Pasa Baru, sejenak rehat di atas jembatan pejalan kaki yang melintasi jalan kereta.

Mereka seolah sepasang anak senja yang tengah menunggu penghujung hari untuk bercerita. Sebuah rangkaian kereta lokal Bandung raya yang dihela lokomotif dua kosong tiga melintas di bawah mereka.

Tetiba Mbah Gung bertanya pada Pak Dhe Tiar, “Mas Tiar, andai ada rangkaian gerbong yang nggelundung dari arah jalan Braga sana ke arah jalur masuk stasiun Bandung, dan di jalur yang tampaknya akan dilalui ada sekelompok orang yang bermain di rel, dan bisa membahayakan mereka, lalu di bawah kita ini ada wesel mekanik yang bisa kau tarik untuk memindahkan jalur kereta, apa yang akan kau lakukan? Wesel mekanik itu bisa memindahkan gerbong ngglundung itu dari sepur 1 ke sepur 2, dimana kalau di sepur 1 ada 5 orang yang berpotensi ketabrak dan bias wafat, sedangkan di jalur 2 hanya ada 2 orang saja.”

“Piye jal Dhe Tiar?” Cecar Mbah Gung. Pak Dhe Tiar sejenak terhenyak. Ini pasti soal jebakan pikir Dhe Tiar. Jebakan antara logika dan etika. Nilai moral dan kalkulasi matematika. Pilihan utama pastilah memindahkan wesel ke jalur yang korbannya akan sedikit. Pilihan ini adalah pengejawantahan teori rasional komprehensif tentu saja.

Rasionalisasi keputusan berdasarkan realitas “kenyataan” yang menjadi “fakta matematika”. “ Ya logisnya tak pindah wesele Mbah!” Sambar Pak Dhe Agung.

“Oh ngunu to Dhe Tiar….la nek nang sepur loro kae ternyata seng siji Ibukmu njur piye Dhe Tiar?” Pancing Mbah Gung sambil menyunggingkan senyum liciknya.

Kening Dhe Tiar berkerut-kerut dan bibirnya sontak cempedut. Kepalanya mangut-mangut dan isi pikirannya semrawut. “Sudah kuduga, Mbah Gung akan menjebakku secara etika norma ini.”

“Sudah jawab saja…”, pungkas Mbah Gung sambil terus tertawa-tawa.

5 lawan 2, tapi ada orang yang kita cinta di sana. Bagaimana? Menyelamatkan Ibunda atau menolong 5 nyawa tak berdaya yang mungkin saja kehadirannya amat sangat dibutuhkan keluarga.

Tindakan rasional yang merasa komprehensif pada hakikatnya belum tentu mampu mengakomodir semua data yang mengonstruksi persepsi, sehingga hampir dapat dipastikan, persepsi itu sifat dasarnya adalah asimetri. Subjektifitas jika mengacu kepada teori Mbah Jessi, guru spiritual Pak Lik Bambang yang aseli dari Gunung Kawi.

Prefrontal korteks Pak Dhe Tiar bekerja keras, tak disadarinya peluh bercucuran di kening dan membasahi lehernya. Kerah baju Pak Dhe Tiar kelepek karena basah dan mulai menguar mambu apek.

“Wis jarno ae Dhe…” Sembur Mbah Gung pada Pak Dhe Tiar. “Mbok pindah ki iso bener iso salah kok… Jarno ae…. Tapi nek arep kowe pindah yo pindahen.”

Kalau kau pindah kau tak salah karena kau hanya berusaha menyelamatkan orang yang kau cintai. Jika kau tak pindah, kau juga tak salah karena kau dianggap tengah berusaha menyelamatkan lebih banyak nyawa yang tentu saja amat berharga.

“Njur piye Mbah Gung?” Tanya Pak Dhe Tiar penasaran.

“Semua pilihanmu itu irasional Dhe. Infomu ki ra lengkap. Sepure jare sopo ngglundung? Piye nek langsir? Piye nek wong-wong neng sepur siji kuwi petugas umbah-umbah sepur? Malah sing nang sepur loro kae wong sing ra ngerti nek ono sepur mbok lebokke kono…tiwas no.”

Pak Dhe Tiar mecucu. “Ora lucu….” Pak Dhe kesel. Tapi Mbah Gung terus nyerocos, “nek sepure ono ndase, ning kowe ra ndelok, jur piye? Sepur langsir malah kowe pindah jalure? Ngawur tur melanggar UU kae jenenge.”

Pak Dhe Tiar makin menyesal sudah menjawab pertanyaan jebakan Mbah Gung. “Nilai morale opo Tiar?” Kejar Mbah Gung. Tiar meneng wae, wis ra usah di gagas, begitu pikirnya malas.

“Intine awake dewe iku dalam perspektif good samaritan tidak bisa disalahkan jika melakukan sesuatu atas dasar kebaikan. Tapi pada kenyataannya kebaikan kita itu beda frekuensi dengan kondisi riil yang tak sepenuhnya dapat kita sadari karena perbedaan perspektif dalam mengolah sensasi.”

Suasana jembatan mendadak hening, langit timur menjadi ungu lembayung, sementara di sebelah barat langit senja menjingga dengan lapis gelap yang semakin melahap rona.

“Tapi sebenarnya ada rambu loh Tiar…misal memindah wesel itu kan bukan kewenangan kita. Itu tugas dari petugas. Maka kadang kita perlu berpikir ulang tentang peran dan kewenangan kita dalam menentukan nasib dan takdir orang…karena meski kita waras, kita itu punya kapasitas sangat terbatas.”

Maka pengambilan keputusan inkremental berlandas situational awareness yang melibatkan dorsolateral PFC dan ACC serta sistem limbik hendaknya membatasi kewenangan dengan mempersempit perimetri dengan melakukan mixed scanning dari berbagai sudut pandang yang dapat membangun perspektif 360.

Tajam dan melebar sesuai kadar tertakar dengan posisi dasar yang berakar dan sesuai kapasitas nalar. Selebihnya serahkanlah pada Yang Maha Akbar.

Malam menjemput Bandung dan angin sepoi mengusir mendung yang seharian datang merundung. Pak Dhe Tiar menggandeng Mbah Gung menuruni tangga jembatan ke parkiran selatan stasiun dimana Pak Lik Bambang dan Bu Lek Rina Kinjeng sudah menunggu dan siap mengajak makan bersama sate Sineureut di warung sate legendaris : Hadori.

--

--

sendy ardiansyah
sendy ardiansyah

No responses yet