Dari Murid Menjadi Murad:
Perjalanan Spiritual Menuju Kesempurnaan
Di lorong-lorong sunyi zawiyah,
Seorang murid memulai perjalanan suci.
Hatinya bergetar, jiwanya haus akan ma’rifat,
Langkahnya mantap menuju pintu sang mursyid.
Hari-hari berlalu dalam zikir dan khalwat,
Malam-malam panjang dalam tahajjud dan munajat.
Air mata pertobatan membasuh debu duniawi,
Menempa jiwa dalam api rindu Ilahi.
Sang mursyid, dengan tatapan tajam menembus tabir,
Melihat potensi tersembunyi dalam diri sang murid.
Dengan kasih sayang seorang ayah spiritual,
Dia membimbing, menguji, dan membentuk insan kamil.
Tahun demi tahun berlalu dalam perjuangan batin,
Melawan nafsu, menaklukkan ego, memurnikan qalbu.
Setiap ujian adalah tangga menuju kesempurnaan,
Setiap rintangan adalah pintu menuju kedekatan.
Suatu malam, dalam keheningan yang memekakkan,
Sang murid merasakan gelombang cinta yang menghanyutkan.
Fana dalam zikir, lebur dalam tauhid,
Dia menyaksikan rahasia-rahasia yang tak terucapkan.
Sang mursyid tersenyum, melihat buah dari kesabaran,
Muridnya kini siap untuk level yang lebih tinggi.
Bukan lagi sekadar pencari di jalan spiritual,
Tapi menjadi yang dicari, seorang murad sejati.
“Wahai anakku,” bisik sang mursyid dengan lembut,
“Engkau kini telah menjadi kekasih Allah, seorang murad.
Bukan engkau yang mencari, tapi Allah yang memilihmu,
Untuk menjadi cermin-Nya, untuk mewakili-Nya.”
Air mata haru mengalir di pipi sang murad,
Bukan kebanggaan, tapi rasa syukur yang mendalam.
Dia sadar, ini bukan akhir, tapi awal yang baru,
Tanggung jawab besar sebagai pewaris para nabi.
Kini, zawiyah bukan lagi tempatnya bersemayam,
Dunia luas menanti untuk disinari cahaya ma’rifat.
Dengan tongkat spiritual di tangan dan mahkota faqr di kepala,
Sang murad melangkah ke dunia, membawa pesan cinta Ilahi.
Di pasar-pasar ramai, di istana-istana megah,
Di gubuk-gubuk miskin dan di singgasana para raja,
Sang murad menjadi obor yang menerangi,
Mengajarkan hakikat diri dan rahasia Ilahi.
Namun dalam kemuliaan barunya, dia tetap rendah hati,
Sadar bahwa setiap nafasnya adalah anugerah.
“Ana ‘abdun, ana ‘abdun,” bisiknya setiap saat,
“Aku hanyalah hamba, hamba yang lemah dan butuh.”
Wahai para pencari di jalan spiritual,
Lihatlah teladan sang murad dalam perjalananmu.
Bukan gelar atau status yang dicari,
Tapi keridhaan Allah dan kedekatan dengan-Nya.
Ingatlah, menjadi murad bukanlah tujuan akhir,
Tapi amanah besar untuk melayani makhluk-Nya.
Dalam setiap langkah, dalam setiap nafas,
Jadilah cermin yang memantulkan Keindahan-Nya.
Maka berjalanlah dengan tekun, wahai salik,
Di jalan cinta yang tak bertepi ini.
Siapa tahu, suatu hari nanti,
Engkau pun akan dipilih menjadi kekasih-Nya, sang murad sejati.