Belajar Sehat Lahir Bathin dari Sosial Media
Tauhid Nur Azhar
Perkembangan media sosial yang dinamis kerap diwarnai anomali yang kata anak milenial kadang di luar nurul dan membuat tak habis fikri. Salah satunya mulai digandrunginya akun dengan konten-konten sains yang sarat dengan informasi edukatif.
Saya mencatat misal ada akun IG yang diampu oleh dr Tammy dan banyak berbagi informasi tentang MPASI (makanan pengganti air susu ibu) dan berbagai topik menarik terkait proses tumbuh kembang dari perspektif medis dan pengalaman beliau sendiri sebagai seorang Ibu. Informasi yang dibagikannya terasa renyah, crunchy, enak dikremus, dan cepat sekali ditelan, dan Mudah-mudahan dapat diserap pula dengan baik.
Saya boleh berbangga hati karena dokter Tammy ini adalah murid saya di FK Unisba, sama dengan dokter jantung kece Rizki Hendi Perdana yang kondang di Boyolali dan sekitarnya, serta dokter paru yang pernah meraih penghargaan tenaga kesehatan teladan tingkat nasional semasa pandemi, dr Widhy Yudhistira Nalapraya, SpP(K).
Juga pasangan seleb medis Solo Raya, dr Bram dan dr Ayu yang ngguanteng dan ayu (sesuai nama), humble, pinter, dan dilancarkan Gusti Allah rezekinya. Mereka berdua adalah mahasiswa bimbingan KTI (karya tulis ilmiah setingkat skripsi) pertama saya di FK Undip. Mungkin mahasiswa FK pertama juga yang topik penelitiannya adalah biologi molekuler. Kebetulan saat itu saya juga sedang menjadi peneliti tamu di laboratorium genetika molekuler FK Unpad, jadi mereka kemping di pondok gunung saya yang mungil di kaki Tangkuban Perahu, demi menjalankan proses penelitiannya.
Lalu ada pula konten kreator seperti Riza Putranto, amat saya rekomendasikan untuk di follow, ahli biologi molekuler di salah satu Uni di Eropa, Montpellier, yang isi IG nya edukatif sekali.
Nah berangkat dari akun IG Mas Riza inilah saya seolah diingatkan kembali berbagai topik yang pernah saya dalami, baik saat menempuh pendidikan sarjana kedokteran dan pascasarjana Biomedik di Undip, ataupun pada saat pendidikan lanjut di beberapa institusi terkait.
Salah satunya adalah konten Mas Riza di Reels IG yang bertajuk pengaruh DNA pada kondisi mager alias malas gerak. Ternyata dari studi literatur pada beberapa artikel jurnal bereputasi ditemukan bahwa ada aspek genetik yang diwakili oleh gen SLC35D3 yang kerap disebut juga sebagai couch potato gene, alias emang gen mager, turut menentukan tingkat aktivitas kita.
Tentu saja kecenderungan genetika yang direpresentasikan melalui profil genotip tersebut bisa keluar sebagai fenotip dan tidak kembali kepada ikhtiar kita.
Habituasi atau pembiasaan produktif dapat mengoptimasi jalur epigenetika yang terlibat dalam mekanisme on-off gen tertentu, termasuk SLC35D3. Jadi bergerak, olahraga, jalan kaki, dan beraktivitas konstruktif diharapkan dapat mengurangi sifat mager nan hibernatif agar kita dapat mengoptimalkan juga fungsi metabolisma agar bugar lahir bathin.
Mengapa demikian? Karena gerakan otot skeletal atau otot rangka saat berolahraga, jalan kaki, bangkit dari duduk dan berdiri, berenang, ataupun bermain dengan gerakan akan mengaktifkan pelepasan Miokin (Myokine) dari otot.
Miokin diproduksi dan dilepaskan oleh miosit sebagai respons terhadap latihan fisik. Salah satu protein yang diduga berfungsi sebagai miokin antara lain adalah FGF23, hidroksibutorat, dan irisan.
Irisin dilepaskan oleh otot ketika otot sedang melakukan aktivitas fisik. Induksi irisin dalam sel akan menyebabkan peningkatan metabolisme lemak, penurunan glikogenolisis, dan penurunan glukoneogenesis. Irisin dapat membantu metabolisma lemak, sehingga dapat mencegah terjadinya obesitas.
Tentu saja intensitas latihan fisik yang dapat mempengaruhi sintesis, sekresi, sirkulasi, dan regulasi irisin dalam mencegah obesitas dan dampak negatifnya, haruslah sesuai dengan zona latihan yang dapat memicu sekresi irisin.
Latihan fisik merupakan salah satu intervensi yang meningkatkan keluaran energi dan sekresi berbagai jenis miokin untuk mengatasi masalah obesitas. Dimana obesitas merupakan masalah global baik di banyak negara, terlepas dari tingkat ekonomi negara tersebut.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI telah terjadi peningkatan prevalensi obesitas 12,2% pada usia di atas 15 tahun sejak tahun 2018. Sementara kondisi obesitas sendiri dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik, seperti stroke, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung.
Kemokin lain yang merupakan molekul endogen yang dilepaskan setelah olahraga dan dapat menginduksi promotor utama gen BDNF (protein regenerasi sel neuron) adalah metabolit β-hidroksibutirat. Dimana hidroksibutirat ini akan meningkat setelah latihan dengan durasi tertentu.
Hidroksibutirat yang disekresi setelah olahraga akan menginduksi aktivitas promotor gen BDNF, khususnya promotor I, yang bergantung pada stimulasi berupa aktivitas fisik.
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa titik tangkap β-hidroksibutirat adalah Histone Deacetylase → HDAC2 dan HDAC3, yang bekerja secara selektif pada promotor BDNF (brain derived nerve growth factor). Inhibisi HDAC akan mendorong terjadinya peningkatan ekspresi gen BDNF yang dapat membantu proses regenerasi dan perbaikan sel-sel jaringan syaraf.
Maka olahraga seperti jalan kaki dapat diasumsikan akan dapat mendorong terjadinya neuroplastisitas dan turut menjaga kesehatan jaringan syaraf kita.
Selain bergerak dan mengonsumsi makanan minuman sehat secara proporsional, juga bersikap mindful dan welas asih juga akan membantu menyelaraskan sirkuit kecemasan di amigdala (khususnya di area basolateral dan sentral) yang antara lain dikendalikan dan dipengaruhi oleh agonis asam gamma amino butyric atau agonis GABA dan juga Neurotensin.
Neurotensin adalah neuropeptida dengan 13 asam amino yang berperan dalam regulasi hormon lutein dan sekresi hormon prolaktin, serta memiliki interaksi dengan sistem syaraf dopaminergik.
Kadar plasma neurotensin dalam usus meningkat setelah pencernaan lemak.
Neurotensin sendiri merupakan protein yang memiliki peran ganda karena dapat bekerja di otak dan usus. Neurotensin adalah neuropeptida yang berperan sebagai neurotrasmiter saat di otak dan berperan sebagai hormon saat berada di sistem gastrointestinal.
Neurotensin di gastrointestinal turut berperan dalam mengatur gerakan lambung, peristaltik duodenum dan usus, serta sekresi asam lambung, penyerapan klorida dan air di usus besar.
Sementara keberadaan neurotensin di sistem gastrointestinal dominan di jejunoileum yaitu 85% dimana neurotensin reseptor-1(NTSR-1) adalah reseptor terbanyak di jejunoileum. (Suparmanto G, 2017)
Neurotensin memiliki fungsi yang unik di otak kita, ekspresi gen Neurotensin di neuron dalam konektom area preoptik medial hipotalamus ke ventral tegmental area mengatur sensasi berupa apresiasi atau penghargaan sosial.
Sejalan dengan perannya di amigdala yang terkait dengan klasifikasi informasi dikategorikan menguntungkan atau kurang menguntungkan.
Sekresi neurotensin juga dipengaruhi oleh kadar estrogen, sehingga wajar jika dalam kondisi terjadi fluktuasi kadar estrogen, baik pasca ovulasi maupun pra menopause, terkadang ada gangguan kecemasan pada sebagian kaum perempuan.
Maka bergerak, dalam hal ini olahraga, bersyukur dan bersabar serta ikhlas dalam konteks spiritualitas, serta mengatur pola makan secara cerdas, akan menjadikan kualitas diri semakin bernas. Kadar kortisol, pemantik kecemasan, dapat terjaga dan berbagai zat komunikator antar sel akan bekerja optimal sehingga kita dapat mencicipi kondisi kebugaran lahir bathin.
Akhirul kata marilah kita bersama cermat dalam memilih konten-konten di sosial media, karena dengan informasi yang tepat kita dapat meningkatkan kualitas hidup kita, dan menjadikan diri kita lebih bermanfaat bagi masyarakat.